[caption id="attachment_2336" align="alignnone" width="247"] Wartawan Lucky Alyus[/caption]
Catatan M.Dahlan Abubakar
Sabtu (19/2/2022) jagat wartawan Sulawesi Selatan kehilangan lagi seorang wartawan yang terbilang senior. Lucky Alyus, mungkin tidak banyak yang mengenalnya sekarang. Pasalnya, setelah lenyapnya kesemarakan kehidupan pers yang begitu akrab di Makassar hingga Orde Baru tumbang dan berganti dengan era reformasi, teman yang satu ini lebih banyak bermain di daerah, Kabupaten Soppeng.
Kepergiannya memang menghentakkan kita semua. Sebab dalam kesunyian informasi mengenai aktivitas jurnalistiknya, tiba-tiba saja kita dikejutkan oleh berita atas kepergiannya. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi-Nya. Aamiin.
Jika dilihat dari sekolah yang dimasukinya, Lucky sebenarnya tidak berminat menjadi wartawan. Setidaknya minat menjadi seorang wirausahawan sebagaimana kebanyakan orang dari daerahnya. Dari sekolah lanjutan pertama, dia melangkahkan kakinya ke bangku Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP). Tidak hanya di situ, setelah tamat sekolah tersebut, dia melanjutkan pendidikan ke sekolah yang sejenis di tingkat yang lebih tinggi, Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA). Hanya saja di sekolah yang terakhir ini, Lucky Alyus tidak tuntas.
Keaktifan di suratkabar menghentikan langkahnya mengantongi ijazah SMEA. Ia mengikuti kakaknya, Aras Alyus, almarhum yang memang sudah lebih dulu bergabung dengan mingguan “Bawakaraeng” pimpinan Ramiz Parenrengi (alm). Dari kakaknya itulah, Lucky banyak belajar. Termasuk di antaranya belajar meliput dan membuat berita. Istilah kerennya zaman sekarang, magang.
Sejak tahun 1969 hingga 1977 dia bekerja di Suratkabar “Bawakaraeng”. Posisinya, sebagai pengumpul data atau informasi. Ya sejenis perpanjangan tangan dari wartawan. Lucky mengumpulkan data dan informasi, di kantor sudah ada yang merakit informasi itu menjadi berita. Pada waktu itu, orang bisa menggandeng dua media sekaligus karena terbatasnya jumlah wartawan. Lucky selain mengantongi kartu pers “Bawakaraeng”, juga “Bina Baru”. Hanya saja, kemasan berita berbeda.
Selama di Bawakaraeng yang dipimpin Ramiz Parenrengi itulah, Lucky memperoleh kesempatan mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan peningkatan keterampilan jurnalistiknya. Dia tidak lama di media ini, sebab pada penghujung tahun 1977, suratkabar tersebut berhenti terbit.
Pada tahun 1978, Lucky beruntung. Ada panggilan bekerja di Mingguan “Bina Baru” pimpinan Syamsuddin Palussai, almarhum, salah seorang wartawan yang hingga akhir hayatnya tidak pernah meninggalkan profesinya sebagai wartawan.
Syamsuddin Palussai (alm.) yang juga putra Soppeng menerbitkan media ini terbit dua kali sebulan. Pak Syam, begitu almarhum kerap kami sapa, termasuk wartawan yang rajin mengikuti event-event olahraga nasional dan internasional. Bukan hanya Pekan Olahraga Nasional (PON), melainkan juga Asian Games. Pada tahun 1982 almarhum dan saya, termasuk dari wartawan Makassar dalam rombongan belasan wartawan Indonesia yang meliput Asian Games IX/1982 di New Delhi India.
Lelaki kelahiran Lajoa, Desa Jennae Kabupaten Soppeng tahun 1957 ini, mengaku, pada awalnya pertama-tama ditugaskan mengantar suratkabar. Tidak hanya itu, sebelum koran terbit, dia juga mulai berkenalan dengan pekerjaan korektor (mengoreksi). Pada saat suratkabar terbit, selain mengantar koran ke pelanggan, dia juga dibekali tugas menagih biaya iklan dan langganan. Meski pekerjaannya berkaitan dengan masalah administratif belaka, namun Lucky sudah mengantongi kartu pers. Jadi boleh meliput dan mengumpulkan informasi. Dulu, wartawan memang didayagunakan. Selain meliput, juga dititipi tugas menagih. Soalnya, belum ada jajaran manajamen yang mendukung seperti koran sekarang.
Berkat kerja sama dengan banyak pihak, akhirnya edisi terbitnya bisa ditingkatkan menjadi empat kali sebulan. Jadi, mingguan. Jumlah halamannya pun tidak lagi empat helai, tetapi delapan halaman. Hebatnya lagi, ketika itu hanya Bina Baru yang berani terbit warna. Meski cuma halaman depan dan belakang serta tengah.
Pada tahun 1982 dia mengikuti Orientasi Kepariwisataan untuk Media Massa yang dilaksanakan Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan. Pada penghujung tahun yang sama, dia mengikuti Kursus Orientasi Wartawan Perhubungan bidang Telekomunikasi yang dilaksanakan Perum Telkom X/Sulsel. Karya Latihan Wartawan (KLW) bidang pemerintahan, juga diikutinya tahun 1983 di Benteng Rotterdam yang dilaksanakan PWI Pusat bekerja sama dengan PWI Sulsel.
Sayang, pada tahun 1982, pimpinan media itu meminta Lucky istirahat saja sebagai wartawan di media tersebut. Tidak jelas alasannya. Beruntung, seorang Kepala Perwakilan Mingguan Inti Jaya di Ujungpandang (kala itu) menemui Lucky. Dia menawarkan lelaki berambut rapi dan lurus ini bergabung di “Inti Jaya” koran terbitan Jakarta, sekaligus di Bawakaraeng lagi.
’’Tentu dengan senang hati saya menerima. Namun kala itu, saya hanya dapat melayani tugas untuk Bawakaraeng sebagai reporter,’’ kata Lucky sebagaimana dia tulis di buku PPKJ Unhas-Deppen 1983.
Setelah Bawakaraeng tiada, Lucky pindah ke Mingguan Pos Makassar yang dipimpin Rahman Arge. Agaknya, di mingguan ini dia tidak betah juga. Sekitar tahun 2000, Lucky ’mendarat’ di Indonesia Pos, pimpinan Burhanuddin Amin hingga akhir hayatnya.
’’Saya jadi wartawan di Indonesia Pos sekarang,’’ kata ayah tiga anak ini 16 Agustus 2009 malam, ketika dikontak melalui telepon selularnya.
Sebagai salah seorang yang dapat dikatakan senior di media pers, Lucky jelas mengalami banyak suka-duka menjadi jurnalis. Sukanya, antara lain sering bertualang dan berkunjung ke berbagai daerah. Ketika dia menjadi Kepala Perwakilan Indonesia Pos di Soppeng, selama lima tahun, kesempatan melawat ini banyak dia peroleh.
’’Saya pernah ke Malaysia bersama anggota DPRD Soppeng. Studi banding ke Jawa-Bali juga,’’ kata Lucky.
Di samping sukanya, tentu saja ada dukanya. Apa itu?
’’Saya pernah masuk rumah sakit, gara-gara berita,’’ katanya mengenang. (*).
Innaalillaahi wainnaa ilaiihi raaji’uun..
Selamat jalan sahabat..teman masa kecil hingga diusia senja …
Di 2 buln terakhir sblum kpergianx, alm banyak bercerita mengenang saat ms kecil , dari mulai suka main bola dari batang pisang kering ( golo’ bura ), makan sup ubi, cari belalang di lapangan dll.
Tp banyak mengeluhkan sakit di tenggorokanx…
Jg alm mngatakn sy banyak dosa…sy bilang banyak2 beristigfar… Allah Maha Pengampun..
Semoga diampuni sgala dosa dan khilafnya..
Diterima smua amal ibadahnya..
Aamiin yaa Robbal’aalamiin…