Sitti Hamsinah menjawab bahwa,” tanpa sadar cara-cara seperti itu mengkondisikan anak/siswa untuk berpikir ‘Instan’. Dalam tubuh anak terjadi ‘Internalisasi’ pemikiran bahwa, segala sesuatu bisa diatur dengan
uang/materi,” terang Kepala UOT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan.
Hal ini merupakan fenomena penumpukan nilai juang pada diri anak. Dan cara-cara demikian telah meracuni jiwa anak anak jadi terbiasa menerobos proses dan prosedur, karena sistem disekitarnya mendukung.
Maka benih-benih korupsi dalam jiwa anak yang demikian akan tumbuh subur, hingga akhirnya membuahkan koruptor-koruptor baru. Kenyataannya cenderung korupsi, tidak hanya pada lingkungan birokrasi pemerintahan, tetapi juga pada semua lembaga yang menangani pelayanan publiK.
” Dengan demikian Hamsinah Kepala UPT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan, yang masih baru dipercayakan Pemerintah Daerah Luwu Utara, mengubah pendekatan dalam bidang pendidikan. Sudah saatnya prestasi belajar tidak semata-mata diukur dari angka-angka capaian hasil semester/ujian. Kecerdasan emosi dalam wujud budi pekerti, spritual, disiplin, kejujuran, integritas dan karakter, hendaknya ikut juga diperhitungkan,” jelasnya.
Pada masa-masa perkembangan dan pertumbuhan anak, aspek kecerdasan emosi bila perlu dijadikan prioritas.
Hamsinah menambahkan bahwa, banyak study menunjukkan anak/siswa yang terasah kecerdasan emosinya cenderung tumbuh sebagai manusia yang berkepribadian andal. Mereka mudah bersosialisasi dengan alam sekitarnya, sehingga materi pelajaran pun mudah dicernanya.
Dan sebaliknya, anak yang cuma terasah pada aspek kecerdasan intelektual, akan tumbuh menjadi manusia egoid dan vandalis, anak semacam ini tumbuh menjadi pribadi yang sulit memahami norma dan etika sosial.
Nah, Kepala UPT SMP Negeri 6 Sabbang Selatan menerangkan bahwa pendekatan yang mengukur prestasi berdasarkan peringkat dikelas, tergolong pengkhianatan sosial.” Sangat tidak pantas prestasi anak diukur berdasarkan perbandingan anak-anak lainnya dalam satu kelas. Ia mencontohkan seorang anak yang suka pelajaran Matematika, tidak bisa dibandingkan dengan anak yang senang Bahasa Inggris atau Biologi,” ungkapnya, seraya menambahkan itu sangat naif, karena semua potensi dan minat anak punya keunggulan dan kekurangan masing-masing.(yustus)