Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Suatu hari, baginda Harun al-Rasyd nampak murung dikarenakan para menteri dan beberapa orang kepercayaannya belum menemukan dua jawaban yang selama ini beliau utarakan kepada mereka.
Solusi yang dikemukakan oleh para menteri adalah, menghadirkan Abu Nawas untuk memecahkan pertanyaan yang belum ditemukan jawabannya tersebut. Pertanyaan yang dikemukakan oleh Harun al Rasyd adalah, tentang rahasia alam.
Beberapa saat kemudian, Abu Nawas hadir di hadapan Harun al Rasyd dan berkata, “Paduka yang mulia, rahasia apa yang ingin baginda ketahui, hingga orang-orang sekitar baginda belum menemukan jawaban yang diinginkan?”
Harun al Rasyd berkata, Ada dua teka-teki yang selama ini membuat saya galau dan belum menemukan jawaban yang memuaskan.”
Penasaran dengan apa yang menghantui pikiran khalifah, Abu Nawas berkata, “Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki yang baginda maksud?”
Harun al Rasyd berkata, “Wahai Abu Nawas, sesungguhnya di manakah batas jagad raya ciptaan Allah SWT?”
Dengan penuh rasa percaya diri, Abu Nawas menjawab, “Di dalam pikiran manusia, wahai yang mulia. Ketahuilah yang mulia, ketidakterbatasan itu ada karena adanya keterbatasan, dan keterbatasan tersebut ditanamkam oleh Allah SWT di dalam otak manusia. Olehnya, manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagad raya ini. Sesuatu yang terbatas, tentu tidak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas.”
Harun al Rasyd tersenyum dan merasa puas dengan jawaban yang dikemukakan oleh Abu Nawas, kemudian Harun al Rasyd mengemukakan pertanyaan kedua dan berkata, “Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak, bintang di langit atau ikan di laut?”