Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Rasulullah SAW pernah mengingatkan umatnya yang melaksanakan ibadah puasa, agar senantiasa merenungi sabda beliau, “Barang siapa yang melaksanakan ibadah puasa dan belum mampu menahan diri dari mengucapkan perkataan al- Zur, apalagi melaksanakannya. Maka Allah SWT tidak memiliki kepentingan apa-apa kepadanya, walaupun saat itu ia tidak makan dan minum (berpuasa).
Bulan Ramadan, merupakan salah satu bulan dalam kalender Hijriah dan pada bulan ini, kaum Muslimin di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa, bukan saja kegiatan rutin dan juga tujuan akhir seorang mukmin.
Kalau puasa, hanya difahami sebagai ritual keagamaan semata, maka agama menjadi faham ritualisme yang tidak lagi mengemban misi profetis. Misi profetis agama yang diharapkan adalah adanya upaya seorang mukmin untuk senantiasa melaksanakan dan meningkatkan pengabdian sosial, juga upaya untuk mengangkat harkat hidup masyarakat banyak.
Ibadah puasa mengajarkan kepada kita semua, untuk senantiasa mampu menahan diri untuk tidak makan, minum, berhubungan suami istri di siang hari dan yang lebih substansi lagi adalah upaya dan perjuangan agar setiap individu yang melaksanakan ibadah puasa untuk tidak mengucapkan kata-kata yang dapat menurunkan nilai ibadah puasa di hadapan Allah SWT, apalagi melakukan tindakan yang dapat merugikan orang banyak.
Semoga tidak berlebihan untuk diungkapkan, ibadah puasa mendidik kita untuk tidak jatuh dan terlena dalam budaya “mumpungisme”, budaya yang senantiasa diikuti oleh keserakahan untuk menggapai kenikmatan sesaat, jangka pendek, namun akibat jangka panjangnya, cenderung mendatangkan malapetaka, baik untuk diri sendiri, keluarga, bangsa, dan negara di masa depan.