terasa berjarak penuh curiga/
batas pemimpin dengan rakyat begitu nyata/
potret ironi itu ada di rumah jabatan wali kota/
potret yang kontras bisa ditengok pada kekumuhan warga”
Demikianlah senjata Rusdin Tompo. Dia menembakkan peluru kata-katanya ke dada kehidupan glamor yang dinilai seringkali memboros uang rakyat. Sebuah potret ironi tentang wajah birokrasi yang sarat simbol-simbol jarak dengan dunia sekitarnya.
Melalui puisi tersebut, penyair ingin membuka mata kita bahwa gambaran sebuah rumah jabatan tidak selalu sama dengan realitas yang ada. Seringkali sebuah rumah jabatan hanya menjadi simbol demokrasi. Namun sesungguhnya, perilaku di baliknya tidak lebih sebagai tumpukan hidup yang glamor dan menjadi pusat kebanggaan para penguasa. (bersambung)