“Bagaimana mungkin ya Aba Nawas, tolong anda berkata yang benar dan tidak asal bicara,” kata Harun al Rasyd.
Abu Nawas berkata, “Wahai Khalifah, saya datang ke sini untuk meminta hadiah. Sudikah anda memberi hadiah kepada saya?”
Perasaan Khalifah bercampur aduk, di kepalanya ingin menyelesaikan masalah dengan meminta bantuan Abu Nawas, namun yang dimintai bantuan justeru datang meminta hadiah.
Belum selesai Khalifah terdiam, Abu Nawas melanjutkan, “Beri saya hadiah berupa cambuk sebanyak sepuluh kali.”
Khdlifah makin kaget dan belum yakin dengan ucapan Abu Nawas.
“Tunggu dulu, kenapa anda meminta hadiah cambuk?” tanya Khalifah.
“Hadiah cambuk bukan untuk saya wahai Khalifah, tetapi untuk penjaga yang berupaya memeras saya ketika pertama kali tiba di pintu istana. Seperti, pemerasan yang dilakukan oleh penjaga istana sudah merupakan kebiasaan para pegawai dan pejabat istana saat ini.”
Khalifah tercengang dengan ucapan Abu Nawas. Ternyata, selama ini banyak di antara pembantunya yang melakukan tindakan tidak terpuji.
Selanjutnya, Abu Nawas menyampaikan, hadiah yang akan diterimanya berupa cambuk sepuluh kali, bukan untuk dirinya tetapi untuk penjaga yang memeras dirinya untuk menjadi pelajaran bagi yang lain.
Kita bertanya pada diri sendiri, hari ini adakah Abu Nawas modern sebagaimana kisah di atas? Andaikan ya, maka kemungkinan besar suap-menyuap tidak akan pernah ada dalam kehidupan sehari-hari dan ini juga merupakan salah satu indikasi keberhasilan kita melaksanakan ibadah puasa, yakni menunda kenikmatan sesaat, menuju kenikmatan yang lebih abadi lagi di hari esok. Allah A’lam.
Makassar, 10 April 2022