Warung Makan Ina Sei, Viral di Bima : Buka Tiap Hari Kecuali “Hari Kiamat” Libur (Bagian 1)

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Laporan M. Dahlan Abubakar

Pengantar :
Memanfaatkan liburan Idul Fitri, 12 Mei 2022, wartawan pedomanrakyat.co.id melakukan perjalanan jurnalistik mengitari Kabupaten Bima bagian timur. Perjalanan yang menghabiskan waktu 9 jam (termasuk mampir di tempat wisata, toko, dan masjid, dll), dengan merambah 258 km tersebut, mampir makan siang dan menghabiskan waktu 1 jam 27 menit di rumah makan dengan tagline unik di balihonya, tertulis “dr. Ina Sei, SP.PL (spesialis penyakit lapar). Sudah banyak ditulis orang dan dimuat di media sosial, namun kisah lengkapnya dapat diikuti mulai hari ini. (Redaksi).

DI Desa Nanga Wera, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, 44 km di sebelah utara Kota Bima, terdapat sebuah warung makan dengan penampilan promosi yang unik. Keunikannya terdapat pada dua baliho yang tegak berdiri di sebelah kanan jalan (jika dari arah Kota Bima). Di baliho kedua tertulis “dr. Ina Sei, SP.PL (dokter spesialis penyakit lapar)". Gelar “dr" di depan nama perempuan yang bernama asli Saodah itu (50 tahun) ini tentu saja sekadar pendukung “keahlian”-nya “mengobati perut” orang yang lapar.

Keunikan kedua, Warung Ina Sei buka setiap hari, kecuali “Hari Kiamat Libur” yang tertera pada kedua baliho tersebut. Pada baliho yang pertama, tertulis begitu banyak pesan promotif. Kebanyakan dalam bahasa Bima (nggahi Mbojo). ”Yang pesan makanan minuman di tempat lain, Tolong jangan duduk di Baruga Ina Sei. Karena kami jualan cari makan bukan cari rame". Kalembo ade ndihasi dou ndawi ba ndaimu sambal (artinya : Sabar, kalau lagi ramai banyak orang, silakan buat sendiri sambal). Makan ikan Ina Sei selain kenyang, bisa menghilangkan ‘supu wu’u’ (sakit cemburu). Ngaha wa’u lenga ampo lancar nuntu (makan dulu kawan, baru lancar bincang-bincang), Aina nefa cola ulu, Ina Sei na’e nefa na loapu ku ao (Jangan lupa bayar dulu, Ina Sei sering luoa. Mohon dimengerti). Ngeri si puru uta weha uta aina nefa cek salaho kalembo ade ta (Jika terlambat ikan dibakar, jangan lupa selalu dicek, sabar). Aina dahu nggali, lenga, ake tempat wisata (jangan takut mahal kawan, ini tempat wisata). Dr.Ina Sei, Sp.PL (Spesialis Penyakit Lapar) buka setiap hari kecuali : Hari Kiamat Libur. Kalau lagi tidur, jangan dibangunin”.

Baca juga :  Membangun Dunia Lebih Adil dan Sehat

Itulah dua buah baliho yang boleh jadi “magnet” bagi setiap orang yang pernah melintas di depan saung Ina Sei. Dari Kota Bima ke tempat ini, meskipun terasa jauh dapat ditempuh sekitar satu jam, jalan mulus, meskipun ada beberapa bagian yang belum tersiram aspal. Juga ada pendakian tajam. Jalan bertikungan banyak dan menuntut kehati-hatian pengemudi. Hanya terdapat satu jembatan di Jatiwangi, kalau tidak salah, sudah di Kota Bima, yang sedang dibangun permanen. Kendaraan harus melintas di jalan darurat.

Saung makan Ina Sei ini dibuka ketika perempuan yang menikah dengan Gumrih ini belum memiliki anak. Mereka baru memiliki anak setelah 6-7 tahun pasca-menikah. Anak mereka – yang sulung - saat ini sedang kuliah S-3 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, setelah sempat mengajar dua tahun dan belum memperoleh rezeki diangkat sebagai pegawai negeri sipil. Ternyata, anak sulungnya inilah yang mendesain baliho yang terpajang di dekat saung Ina Sei.

Yang kedua, sedang mengikuti prorgram S-2 di Universitas Negeri Solo, setelah menamatkan pendidikan S-1 di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Program Universitas Negeri Mataran (Unram) dan yang terakhir belajar di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta sebuah perguruan tinggi swasta yang berdiri sejak 1965. Si bungsu kini sudah bekerja di Kota Bima dan sudah memiliki rumah sendiri pada salah satu kompleks rumah BTN di Kota Bima.

“Belasan kendaraan datang dan mampir di sini ketika atasannya melaksanakan acara pernikahan di Wera,” ujar Midun, nama kecil Gumri dalam wawancara dengan penulis di rembang petang di saung Ina Sei, 12 Mei 2022.

Midun mengenang, ketika awal membuka saung ini, orang-orang yang mengatur parkir kendaraan dia yang beri upah. Kendaraan parkir gratis. Namun, ada juga yang mengikhlaskan merogoh koceknya untuk juru parkir, meskipun Midun sudah menggratiskan kendaraan yang mampir makan di saungnya. (Bersambung)

Baca juga :  Tetapkan Ferdy Sambo Tersangka, Kapolri Lulus Ujian Terberat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (11) Irwan dan Roda-Roda Kebahagiaan

Suci Aulia Tenri Ajeng Sastra Indonesia FIB/Magang ‘identitas’ Dari kejauhan, dentuman lagu anak-anak menggema di udara pagi Car Free Day...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (10) Gaung Keadilan di Area Bebas Kendaraan Bermotor

Salah seorang relawan saat melakukan parade di CFD Boulevard, Minggu (12/10). (Foto: IDENTITAS/Aqifah Naylah Alifya Safar). Aqifah Naylah Alifya Safar Prodi...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (9) Jejeran Kukusan Hasil Bumi Uapi Jl. Boulevard

Andi Nadya Tenrisulung Prodi Sastra Jepang FIB/Magang ‘identitas’ Kepulan asap dari dandang, ‘menari’ mengepul menggoda sepasang mata untuk mendekat. Dijajalinya...

Mentan Amran Memupus Mimpi Ekonom Pro-Mafia Pangan, Defiyan Cori?

Oleh: M. Yadi Sofyan Noor, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Tulisan RMOL berjudul “Isapan Jempol Swasembada...