Warung Makan Ina Sei, Viral di Bima : Pernah Ambruk, Midun Terserang Sakit Aneh (Bagian 5)

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News


Laporan M. Dahlan Abubakar

KEHADIRAN saung makan Ina Sei ini berawal dari perjuangan yang mulai dari nol. Bermula dari pernikahan Saodah-Gumrih yang tak direstui orang tua Saodah, pasangan ini harus hidup dalam tali silaturahim yang kurang mulus dan harus hidup dengan susah.

Midun mengisahkan, empat kali Saodah menyambanginya di Desa Tadewa karena hatinya sudah terpaut dengan pria yang kini menjadi suaminya. Tidak ada pilihan lain bagi Saodah. Dia terpaksa menempuh “jalan darurat” guna menautkan dua hati yang sulit dipisahkan itu. Istilah dalam bahasa Bima disebut “lao iha” (turun rusa, semacam ‘silariang’ di Makassar,’ menari atau merari, dan memari’ yang dikenal di Lombok untuk istilah menculik gadis). Dia rela meninggalkan kampung Ntundu untuk menemui kekasih hatinya.

Midun mengakui, istrinya memang bekerja keras menjalankan bisnis warung ini. Antara tahun 2008-2009 kondisi bisnisnya boleh dikatakan ambruk. Sebelumnya, pada tahun 1990, Midun sakit. Penyakitnya pun aneh. Dia diikat alias dipasung. Orang Bima menyebutnya “dijompa” dan “dipeto” (kedua kakinya dimasukkan pada dua batang kayu yang diberi gerendel dan dikunci). Ibunya di Tadewa memberitahu agar Ina Sei berpisah saja dengan Midun karena dengan penyakitnya tidak memiliki harapan untuk melanjutkan kehidupan ini, Namun istrinya tetap bergeming sambil berkata.

“Suamiku sakit bukan di tangan orang tuanya, melainkan saat bersama dengan saya sebagai istrinya. Saya akan berusaha mengobatinya,” kata Ina Sei dalam bahasa Bima yang diungkapkan kembali oleh Midun dengan suara yang bergetar dan tentu saja diterjemahkan penulis.

Midun menceritakan, Ina Sei terkadang menyewa 2 sampai 3 kendaraan bermuatan orang hanya untuk datang menaklukkan Midun selalu ingin kabur dari rumah ketika sebelum “dipeto”. Ina Sei juga berkeliling mencari dukun yang dapat menyembuhkan penyakit suaminya. Dalam seminggu hanya bertahan seorang dukun kampung yang mengobati Midun. Setelah pengobatan dukun tersebut dianggap tidak mujarab, Ina Sei pergi lagi memburu dukun. Begitulah seterusnya usaha Ina Sei hingga mampu menyembuhkan penyakit yang diidap Midun, suaminya.

Baca juga :  Selangkah Lagi Impian Masyarakat Film Akan Terwujud

Sekali waktu, kenang Midun, saat dia diobati di Djia Sape, dia kabur dari lokasi aksi pengobatan. Konon kabarnya, “orang sekampung” mengejarnya. Ha..ha..

“Mungkin ada orang kasih ‘jalan’ (guna-guna, maksudnya),” kata penulis.

Midun mengakui bahwa dia pernah diberi makan hati anjing, hati monyet, dan hati burung gagak. Waktu itu dia tinggal di kebun. Pulang dari menunaikan salat, dia melihat orang di sekitar tetangga kebunnya senang memelihara anjing. Midun kala itu pergi mencari sapi mertuanya di Sori Na’e (sungai besar, nama daerah). Anak anjing itu galak dan selalu menggonggongnya.

Akhirnya, anak anjing tersebut dia ambil. Ternyata matanya memiliki kelainan – matanya melintang - dan tabu untuk memelihara anjing dengan kelainan seperti ini. Kata orang, kalau menemukan anjing dengan keanehan seperti ini dianjurkan dibunuh dan dibuang karena membawa mudarat bagi yang memeliharanya.

“Untuk apa anak anjing tersebut ?,” tegur seorang yang sedang mandi di dekat Desa Tadewa, tempat tinggal Midun.

“Saya mau pelihara,” jawab Midun.

“Aiii, bahaya yang kau dapat. Anjing ini biasa dipakai untuk merusak orang. Tidak baik memelihara anjing ini,” kata orang tersebut dan pada saat itu Midun sama sekali tidak tahu menahu pantangan memelihara anjing seperti itu.

Setelah anjing itu besar, saat Midun pergi menunaikan salat subuh, anak anjing itu menyambut manja sambil bersuara. Namun saat kembali, anjing piaraannya tersebut tiba-tiba menjadi bisu. Tidak bersuara sama sekali. Ketika hari sudah terang, Midun melihat di tengah rumah kecilnya itu, anjing tersebut sudah duduk tidak bersemangat terhadap tuannya.

Setelah diperhatikan, ternyata anjing tersebut sudah terpotong dua. Salah satu potongannya disimpan Midun ke bagian utara dan bagian lainnya di posisi yang berbeda. Yang aneh, meskipun tubuh anjing tersebut terpotong dua, namun tidak tampak setitik pun darahnya di bagian tubuh yang terpotong. Ternyata, di dalam perutnya hanya berisi beras. Midun memikirkan, di mana gerangan anjing tersebut memakan beras itu. Dia pun menguburkan potongan tubuh anjing malang tersebut.

Baca juga :  Mantan Dirut BRI Temu Kangen (1) : Kepemimpinan Pelayan versi Habibie 

Di belakang hari, kata Midun, menurut orang-orang ada orang yang sudah mengasah parang sepanjang hari selama seminggu itulah yang menjadikan anjing yang penuh dengan beras tersebut sebagai “ko(a)du” (semacam makanan/barang bernilai magis/guna-guna). Ketika Midun tidur malam pada pukul 24.00, terjatuh dari dipan, orang di rumahnya menarik lidahnya hingga menjulur keluar. Midun kemudian sadar. Setelah itu, jangankan manusia, hewan, pohon dan tanaman pun selalu dia iba melihatnya. Dia pun mulai jatuh sakit.

“Saya sakit setelah belasan tahun menikah dan anak pertama kami sedang merangkak,” tukas Midun dalam wawancara yang kerap terusik oleh deru mesin mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi di depan warung nasinya. (Bersambung)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Pahlawan-Pahlawan Kerajaan Bajeng Melawan Penjajah Belanda

Oleh : Drs. Abd. Kahar Pattola ( Raja Bajeng XIX ) PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Ada suatu ungkapan bahwa “Setiap Masa ada Pemimpinnya dan setiap...

Bayi Terlahir di Puncak ‘Ncanga’ itu, Kini Profesor!

Oleh M.Dahlan Abubakar PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Matahari belum terlalu tinggi di belahan langit timur Desa Boro 21 Juli 2025....

KEMERDEKAAN DAN PANGAN KITA

Oleh : Muliadi Saleh Kemerdekaan bukan hanya soal mengibarkan bendera, melainkan bagaimana bendera itu tetap berkibar dalam perut yang...

Pramuka di Era Digital, Kolaborasi untuk Ketahanan Bangsa

Oleh: Andi Fahri Makkasau (Andalan Nasional / Kepala Pusdiklatda Sulawesi Selatan) PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Ditengah hiruk-pikuk kehidupan modern yang...