Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
QS 2: 143, menegaskan bahwa kaum muslimin dijadikan oleh Allah SWT sebagai golongan menengah, agar menjadi saksi atas sekalian manusia, sebagaimana Rasulullah SAW akan menjadi saksi bagi kaum beriman sendiri.
Wasith, berasal dari Bahasa Arab, yang berarti penengah dari dua kelompok jika keduanya berselisih, yang kemudian diadopsi menjadi bahasa Indonesia wasit.
Sebagai ummatan wasathan, kaum beriman dianjurkan senantiasa bertindak sebagai wasit dan saksi dalam pergaulan di antara sekalian umat manusia. Sebagai wasit, kaum beriman dianjurkan senantiasa bertindak adil, sebab keadilan sebagai sikap dan wawasan adalah prasyarat mutlak bagi sahnya peran wasit.
Suatu hal yang menarik adalah, perkataan Arab adil yang berintikan sikap menengahi, dalam arti sikap secara a priori memihak salah satu dari dua atau lebih kelompok yang berselisih, melainkan dengan teguh mempertahankan kebebasan untuk menilai yang benar sebagai benar dan salah sebagai salah.
Allah SWT merancang kaum beriman sebagai kelompok menengah yang berarti bahwa kaum Muslimin harus memelihara kemampuan yang tinggi untuk mengakui kebenaran mereka yang benar di kalangan umat manusia, serta menyalahkan mereka yang salah. Dengan kata lain, kaum beriman harus selalu bersikap fair, jujur, obyektif, tidak didorong oleh sikap like- dislike.