Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Manusia, sebaik-baik makhluk yang telah diciptakan oleh Allah SWT memiliki kebebasan dalam kehendak dan perbuatan. Manusia merupakan makhluk yang dinamis lagi aktif dan tidak pasif menyerahkan masa depannya kepada nasib dan perkembangan zaman.
Kebebasan dan dinamika manusia sesuai firman Allah SWT QS 40: 41, “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki.”
Selanjutnya QS 18: 29, “Bagi siapa saja yang percaya, silahkan percaya, dan barangsiapa yang enggan untuk percaya, maka tidak usah percaya.”
QS 13: 11, “Sesungghunya Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu umat, kecuali mereka sendiri yang ingin merubahnya.”
Manusia dengan akal yang dianugerahi oleh Allah SWT dapat membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Karena manusia diberi kebebasan, maka mereka boleh memilih antara kebaikan atau kejahatan, yang dengan pilihan tersebut manusia memiliki tanggungjawab moral atas perbuatannya.
Dalam etika, keadilan merupakan kebajikan tertinggi. Salah satu sifat Allah SWT adalah Maha Adil. Demi kemaha-adilanNya lah manusia diberi kebebasan berbuat baik atau jahat.
Kalau perbuatan manusia diwujudkan bukan atas kehendak bebas manusia, tetapi sebagai kehendak mutlak Allah SWT sebagaimana faham fatalisme, maka hal tersebut bertentangan dengan sifat Kemaha Adilan Allah SWT.