Di depan Badan Pengawas MA RI, Kalatiku katakan, proses penanganan perkara Lapangan Gembira di PN Makale seharusnya ditolak ketika Keluarga H. Ali mengajukan gugatan, karena penggugat tidak dapat memperlihatkan bukti-bukti dan saksi yang sah/asli ketika penggugat mengajukan di pengadilan.
Selain itu kata Kalatiku, penggugat juga salah dalam letak obyek gugatan, sebab gugatan kurang tepat karena dalam obyek perkara ada gedung PT Pertani berdiri dan di lokasi yang sama tidak ikut dimasukkan penggugat sebagai objek perkara, dan surat bukti pembelian dari Ambo Bade tidak ditandatangani, kemudian nilai harga pembelian tanah tersebut 2.000 Gulden dan diterjemahkan dalam Rp 2.000,- padahal di tahun 1930 belum ada mata uang rupiah.
Kata Kalatiku, kejanggalan dalam penanganan kasus bukan hanya itu, sejarah tanah saja sudah salah dan banyak lagi lainnya yang janggal, serta penggugat seharusnya ditolak di PN Makale saat itu.
“Atas bergulirnya kasus Lapangan Gembira ini, kami akan berjuang terus sampai kebenaran dan keadilan ditegakkan, seperti Gugatan Perlawanan Pihak Ketiga (Derden Verzet) oleh Gubernur Sulsel yang mendukung penuh Pemda Toraja Utara dalam perjuangan ini. Misa’ kada dipotuo pantan kada dipomate,” tegasnya. (man)