Namun yang menjadi masalah saat ini adalah, lanjut Amran, jangan sampai cadangan nikel tersebut diberikan pengelolaannya kepada pihak asing, padahal para pejuang bangsa ini dengan rela mengorbankan jiwa raganya untuk memerdekakan negeri ini.
“Mari kita bangkitkan industri nikel di negara kita sendiri dengan melibatkan tenaga lokal yang ada, sehingga kita tidak dipermainkan oleh pemilik modal dari luar negeri yang seenaknya menjual isi perut tanah air kita,” ungkap Amran.
Disinilah tugas pers untuk menjadikan sumberdaya nikel itu menjadi industri besar di tanah air. Wartawanlah yang harus menulis dan memberitakan potensi nikel tersebut, karena jangan sampai pihak asing menguras hasil tambang dengan menggunakan segala macam cara itu tidak mendapat sorotan dari media atau wartawan.
“Wartawan jangan diam jika di depan matanya terjadi hal-hal yang bisa merugikan masyarakat umum, khususnya terkait dengan pengelolaan hasil tambang nikel,” ujarnya.
Terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing, Andi Amran menilai sebuah langkah keliru dan pecundang jika kita lebih mementingkan tenaga asing tersebut, padahal yang berjuang untuk merebut kemerdekaan itu adalah rakyat, sehingga rakyat Indonesialah yang berhak menikmati hasil kemerdekaan tersebut, bukan pihak asing.
Amran mengajak para jurnalis untuk berani menulis jika rakyat disalimi oleh pengusaha maupun penguasa. (*)