PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Kasus penipuan, penggelapan dan pemalsuan jempol bukti pengambilan sertifikat tanah dari Pertanahan Kabupaten Bone dengan LP/26/X/2016/SPKT/Res Bone, yang sampai saat ini belum juga P-21 alias mandek.
Laporan yang sudah hampir 7 tahun sampai sekarang Polres Bone belum juga bisa melengkapi petunjuk dari JPU padahal kasus tersebut sudah di praperadilan dan petunjuk putusan sudah jelas.
Diketahui kasus ini dilaporkan sejak tahun 2016 surat laporan Nomor : STTPL/26/X/2016/Sulsel/Res Bone/Sek Cenrana. Kasus ini bermula saat H. Mappa melakukan pengurusan prona sertifikat tanah gratis di Kantor Desa Nagauleng.
H. Mappa termasuk dalam peserta prona, dimana dirinya melakukan pembayaran sebesar Rp 350.000 untuk sertifikat tanah tersebut, namun sampai saat ini sertifikat tanah yang disertifikasi oleh BPN tidak kunjung diberikan oleh pihak Kepala Desa Nagauleng, padahal berdasarkan berita acara penyerahan sertifikat dengan No : 1012a/BA.73-08/XI/2011 pihak BPN sudah menyerahkan sertifikat prona 100 paket ke kepala desa sebagai penanggung jawab atas peserta prona pada saat itu untuk dibagikan.
Dimana dalam proses penerbitan sertifikat melalui prona diduga telah terjadi penipuan, penggelapan dan pemalsuan terhadap proses penerbitan dan pengambilan sertifikat tanah atas nama H. Mappa yang dilakukan oleh Sekretaris Desa Nagauleng yang sekarang sudah status tersangka.
Dalam kasus ini, telah ditetapkan satu tersangka yakni Sekertaris Desa Nagauleng (NR) yang terbukti melakukan pemalsuan cap jempol bukti pengambilan pada sertifikat tanah milik H. Mappa.
Sedangkan saksi lainnya dalam hal ini Kepala Desa Nagauleng, dalam hal penggelapan sertifikat, masih proses pendalaman terkait dengan keterlibatannya.
Proses hukum dari kasus yang terjadi sebenarnya telah dilaksanakan sesuai aturan yang ada. Dimana pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan yang ada, dan malah telah diketahui fakta-fakta hukumnya begitupun siapa-siapa yang diduga terlibat dalam kasus tersebut termasuk dugaan keterlibatan kepala desa dan aparat desanya.
Bukan itu saja, berkas pemeriksaan dari Polres Bone sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bone, akan tetapi berkas yang ada sudah 8 kali bolak balik dari penyidik Polres Bone dan Kejari Bone. Padahal menurut penyidik Polres Bone, berkas kasus sudah layak dan terpenuhi unsur yang disangkakan baik materil dan formilnya serta sudah layak dilimpahkan ke pengadilan.
Namun berkas yang sudah dilimpahkan ke kejaksaan lagi–lagi ditolak dan dikembalikan ke penyidik Polres Bone dengan alasan belum ada mens rea meliputi cerminan niat jahat.
“Berdasarkan amar putusan “Praperadilan” Pengadilan Negeri Watampone dengan No : 2/Pid.Pra/2022/PN WTP, hakim berpendapat bahwa niat jahat atau mens rea ada pada subjektifitas atau sikap batin dari tersangka, dan itu hanya dapat dibuktikan pada pokok perkara di persidangan pengadilan bukan pada tahap penyidikan,” jelasnya.