Jadi petunjuk Jaksa Penuntut Umum tentang keharusan penyidik untuk memenuhi niat jahat atau mens rea dari tersangka adalah alasan yang tidak berdasarkan hukum.
Melihat masalah yang terjadi dalam kasus tersebut, LSM Inakor melalui Kepala Direktorat Devisi Investigasi Asywar, S.ST, SH menjelaskan, jika melihat fakta-fakta hukum yang ada sebagaimana yang telah diungkap oleh pihak Penyidik Kepolisian Polres Bone yang berkasnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan maka seharusnya dalam kasus tersebut sudah bisa masuk ke pengadilan.
”Tapi nyatanya sampai saat ini, kasus tersebut masih belum punya kepastian hukum dan masih saja berpolemik di dua instansi (kepolisian dan kejaksaan), malah sudah di P-19 sebanyak 8 kali, bahkan penyidik sudah memasukkan kembali berkas perkara atas perintah hasil gelar perkara yang dilakukan Polda Sulsel, namun hasilnya masih bolak balik dan tidak tahu sampai kapan baru diproses di pengadilan,” ungkap Asywar, Sabtu (13/05/2023).
Sementara itu, Ketua LSM Inakor Sulsel Asri, mendesak Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulsel mengambil alih dan menindak lanjuti pengaduan warga yang mandek di Polres Bone, sehingga Kejaksaan Tinggi Sulsel bisa melakukan penuntutan dengan adanya kesetaraan antara Polda dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel untuk penanganan perkara, mengingat kasus ini bergulir di Polres Bone sejak 2016.
“Karena sudah lima tahun lebih Polres Bone metetapkan satu tersangka dalam kasus pemalsuan sertifikat prona yang bergulir di Polres Bone, namun jalan ditempat bahkan tersangka masih bebas berkeliaran karena diduga peran kepala desa dalam kasus ini sangat dominan membackup kasus ini,” ucap Asri.
Terkait dengan adanya penolakan dan bolak balik serta pengembalian berkas oleh pihak Kejari Bone, LSM Inakor meminta Kejati Sulsel melakukan supervisi.
“Kiranya perlu ada tindakan dari pihak Kejati Sulsel, melalui pihak pengawasan, Aspidum, apalagi sudah 8 kali penolakan dan anehnya lagi pihak Kejari Bone mengembalikan berkas hanya karena alasan niat dari pelaku dalam kasus pemalsuan tanda jempol, padahal perbuatan pemalsuannya telah ada dan terbukti oleh penyidik kepolisian melalui labfor sudah terbukti serta diakui oleh pelaku ataupun tersangka serta adanya penetapan tersangka oleh pihak Polres Bone,” terang Asri selaku Ketua LSM Inakor, Minggu (14/05/23).
Menurutnya, ini hal yang sangat aneh jika alasan itu yang dijadikan sebagai penolakan dan pengembalian berkas oleh pihak Kejari Bone ke Polres Bone. Apalagi untuk pembuktian dari perbuatan (pemalsuan) merupakan kewenangan dari lembaga peradilan yang mengadili, memeriksa dan nantinya memutuskan unsur pidananya terpenuhi atau tidak karena yang berhak memutuskan benar atau salah hanyalah pengadilan.
Dengan adanya pengakuan dari tersangka, harusnya penyidik mempertimbangkan penggunaan pasal untuk memenuhi petunjuk JPU adanya perbuatan melawan hukum berupa pemalsuan, penipuan dan kejahatan dalam jabatan yang dimuat dalam Pasal 263 Ayat(1), (2) KUHPidana jo pasal 372 Jo Pasal 378 Jo 415 KHUP Penggelapan dalam Jabatan subsider pada Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan.
“Kepolisian dan Kejaksaanlah yang cukup berkompeten menemukan siapa-siapa yang dianggap terlibat berdasarkan fakta-fakta hukum dan alat bukti yang ada,” tegas Asri menutup percakapan.
(*)