PEDOMANRAKYAT, PANGKEP – Tokoh pers dan wartawan UTAMA Sulawesi Selatan Dr. H. M. Dahlan Abubakar, M.Hum mengingatkan wartawan di daerah ini agar tidak selalu berlindung di bawah UU Pokok Pers No.40/tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik jika telah melakukan pelanggaran jurnalistik.
“Misalnya selalu mengandalkan kebebasan pers sehingga harus melabrak kode etik jurnalistik, itu sama sekali tidak benar,” tegas tokoh pers itu ketika menjawab peserta Pendidikan Jurnalistik yang dilaksanakan Dinas Pendidikan Kabupaten Pangkep dan PWI Pangkep 26-27 Agustus 2023 di Gedung Dinas Pendidikan Pangkep, Sabtu (26/8/2023).
Membawakan materi “Teknik Penulisan Berita dan Feature” penyandang uji kompetensi wartawan utama Dewan Pers itu menegaskan, seorang wartawan harus menaati aturan operasional pelaksanaan profesinya. Wartawan tidak boleh mengabaikan Kode Etik Jurnalistik yang menjadi rambu utama tugas jurnalistik dan mencoba berlindung dari UU No.40/1999 tentang Pokok Pers berkaitan dengan kebebasan pers, sehingga seenaknya menulis dengan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Dia memberikan contoh, banyak wartawan selalu mengandalkan ‘hak jawab’ jika ada pemberitaan yang ditulis secara tidak berimbang (tidak ‘cover bothside’, konfirmasi).
“Proses hak jawab itu terjadi apabila seorang wartawan sudah mengonfirmasi suatu informasi demi keberimbangan, tetapi narasumber tidak puas dengan informasi yang dikutip sang wartawan. Dalam konteks seperti inilah hak jawab itu bisa berlangsung atau berlaku,” ujar jurnalis dan penulis buku tersebut di depan sekitar 30 peserta pendidikan jurnalistik.
Selama ini, wartawan selalu menuntut hak jawab pada narasumber yang belum dikonfirmasi. Padahal, informasi yang diberitakannya tidak melalui proses konfirmasi. Dan, pemberitaan yang tanpa konfirmasi itu sudah melanggar Kode Etik Jurnalistik, yakni pasal 3 yang menuntut pentingnya “menguji konfirmasi”, yakni “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak bersalah”.
Sekretaris PWI Sulsel periode 1988-1993 ini mengingatkan, kekerasan terhadap wartawan selama ini diduga karena kesalahan wartawan itu sendiri yang tidak menurunkan berita secara berimbang. Dia memberikan contoh, kasus penembakan seorang pemimpin redaksi salah satu media daring di Sumatera Utara dua tahun silam. Dahlan telah mengambil secara acak lima berita yang ditulis media yang dipimpin almarhum wartawan tersebut. Kelima berita tersebut merupakan berita kontrol atau kritik yang sama sekali tidak disertai konfirmasi. Dua dari lima berita itu menyoroti kinerja aparat penegak hukum tanpa konfirmasi sama sekali. Bahkan, pada salah satu beritanya, atas opininya sendiri, media tersebut mendesak atasan pejabat penegak hukum memecat bawahannya.
Pada pendidikan jurnalistik yang diikuti para guru SMP di Pangkep itu, Dahlan menegaskan, setiap wartawan yang hendak memperoleh informasi dari salah satu narasumber harus menjelaskan identitasnya. Hal itu sesuai dengan tuntutan Kode Perilaku Wartawan (lihat pasal 7), yakni “wartawan menunjukkan atau memperkenalkan diri kepada narasumber yang belum mengenalnya”. Harus menempuh cara-cara yang benar dan profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Salah seorang peserta mengeluhkan banyak berita yang ditulis wartawan di media daring yang judulnya tidak sesuai dan tidak terdapat di dalam isi. Hanya judulnya saja menarik, tetapi setelah dicari di dalam isi berita tidak ada.
Menjawab pertanyaan peserta tersebut, Dahlan menjelaskan, judul berita memang harus menarik perhatian, tetapi harus tetap ada di dalam isi berita.