PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR. Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa (JJ), MSc. sebelum membuka Seminar Internasiona Bahasa, Sastra, dan Budaya serta Musyawarah Nasional Program Studi Sastra Indonesia Seluruh Indonesia (Forprossi) terlebih dahulu mengenang masa lalunya. JJ mengawali sambutannya dengan mengatakan, “ Kalau di rumah, tentu berbeda dengan di hotel. Ada sesuatu yang bisa dibawa kembali. Misalnya cerita, pernah jalan-jalan ke rumah jabatan Rektor Unhas”.
Katanya lagi, bidang sastra adalah cerminan dari jiwa dan budaya bangsa. Waktu saya kecil, sebenarnya salah jurusan. Seharusnya, saya masuk Sastra Indonesia.
“Betul serius, Pak. Saya mau bertarung sebenarnya, jumlah buku sastra yang dibaca waktu di sekolah dasar, hingga kelas 6. Kenapa, guru-guru saya itu, ada namanya waktu pembelajaran, saya lupa judulnya apa, tetapi isinya cerita,” kata JJ ketika memberikan sambutan pada pembukaan Seminar Internasional Bahasa, Sastra, dan Budaya yang dirangkaikan dengan pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) Forum Program Studi Sastra Indonesia Seluruh Indonesia (Forprossi) di rumah jabatan Rektor Unhas, Rabu (27/92023) malam.
Guru itu bercerita mengenai buku-buku sastra, buku cerita apa saja. Saya duduk di depan, tepati bukan untuk mendengar, melainkan untuk menyampaikan kepada sang guru secara detail apa yang diceritakan. Guru itu bercerita menggunakan buku. Dia bercerita dan menghafal. Tetapi pasti ada sesuatu yang dia lupa.
“Itu gunung apa apa namanya?,” guru bertanya.
“Ini namanya gunung ini,” jawab JJ yang duduk di depannya.
Itu banyak sekali buku yang JJ baca dan betul-betul menjadi asisten guru yang suka bercerita di depan kelas tersebut karena sangat mencintai membaca buku-buku pada saat itu. Bukan hanya buku-buku sastra pada zaman itu, melainkan juga puisi-puisi.
“Bahkan dua kali saya juara lomba cipta dan membaca puisi. Kalau malam ini saya membaca puisi, saya kira orang berkata, salah jurusan ini Pak Rektor,” seloroh JJ, kemudian menambahkan, dia berharap dari Pak Dekan ada pantun, tetapi mungkin lupa. Inilah sastra Indonesia, mestinya ada pantunnya di situ. Tetapi sayang, tidak ada yang mengirimkan saya pantun. Biasanya panitia yang mengirim. Akhirnya, saya karang-karang pantun sedikit.
Dia kemudian melanjutkan, sastra Indonesia ini seharusnya menjadi salah satu program studi (prodi) yang memang mengawal peradaban bangsa ini. Kita harus mengisi negeri ini dengan jiwa seni, mengurangi konflik di mana-mana.
“Saya kira bangsa ini harus memperbanyak kesastraan supaya kehidupan ini tidak gersang. Tari-tari kita nikmati, kemudian nilai-nilai seni dinikmati untuk mengisi jiwa kita yang pasti penuh dengan informasi yang masuk. Ada hoaks, ada berita politik, orang bertengkar di tv, berita-berita di tv penuh dengan perceraian para artis, itu membuat kita seolah-olah tidak menikmati keindahan dalam hidup ini,” papar JJ.
Kita harus menyuarakan itu. Mewarnai bangsa ini dengan karya-karya sastra yang membuat bangsa ini menjadi bangsa yang selalu senyum.
“Ini tantangan saya untuk yang melakukan seminar besok selama dua hari. Saya berharap, ada kontribusi kita di dalam bagaimana mengisi relung-relung jiwa gersang bangsa dengan nilai-nilai seni, yang bukan hanya mempelajari masa lalu saja, tidak apa-apa, kita lestarikan dan pelihara, melainkan menciptakan karya-karya baru yang insha Allah akan menjadi penyemangat bangsa untuk kembali menjadi bangsa yang berbudaya.
Kemudian kita selalu tersenyum karena menikmati kesenian-kesenian yang mengisi relung kehidupan kita,” ungkap Rektor Unhas.
Sastra Indonesia, tidak boleh hanya bernuansa sastra Indonesialog saja, sastra Indonesia seharusnya bisa membumi. Bisa diperkenalkan kepada bangsa-bangsa lain melalui “international symposium”.
Rektor Unhas juga menjelaskan, Rabu (27/9/2023) pagi, menghadiri “Moon Cake Festival” yang diselenggarakan warga Tionghoa yang mengisahkan satu cerita yang menarik sekali. Nilai-nilai seperti itu, kata JJ, sangat bagus. Perkenalkanlah nilai-nilai sastra Indonesia ke dunia luar supaya ini menjadi kekayaan kita yang mungkin yang bisa dihargai bangsa lain. Kalau kita sendiri tidak menghargai nilai-nilai itu, rasanya sulit.
“Kalau kita tidak mencintai nilai seni ini, saya khawatir tidak akan menjadi daya tarik yang baik bagi anak-anak generasi milenial. Saya sangat yakin dan percaya, nilai-nilai sastra kita sebenarnya sangat kaya. Dulu, saya banyak membaca buku, bahkan buku silat. Di dalam buku persilatan itu, salah satu yang digambarkan sebagai sosok yang hebat itu ialah sastrawan. Baca saja buku-buku Asmaraman S. Kho Ping Hoo. Ada yang pernah baca nggak?. Saya baca banyak sekali buku itu. Sampai di hp saya yang satu masih ada aplikasi untuk membaca buku-buku Kho Ping Hoo. Di dalam cerita-cerita silat itu selalu diilustrasikan seorang sosok yang hadir disebut sastrawan yang memiliki keahlian yang luar biasa dan dengan menggunakan pensilnya saja bisa mengalahkan semua lawannya dalam dunia persilatan,” ungkap JJ.
Cerita-cerita seperti ini sebenarnya menarik untuk mengangkat kembali bahwa sastrawan-sastrawan itu adalah orang-orang hebat. Orang-orang yang memiliki kemampuan memaknai kehidupan dan juga menyebarkan kebaikan.
“Saya bukan pemateri, tetapi senang berkomentar tentang sastra ini. Saya sangat berharap di Unhas, kita menggunakan kemampuan teman-teman di Ilmu Budaya Pak Dekan Prof. Akin Duli dan teman-teman di Ilmu Budaya untuk menjadikan prodi Sastra Indonesia ini, walaupun tadi namanya, sebaiknya kita usulkan untuk lebih masuk sekalian ke bahasa. Bahasa dan Sastra Indonesia, ataukah Sastra dan Bahasa Indonesia karena bahasa Indonesia sudah saatnya di dalam seminar ini akan mendorong bahasa Melayu menjadi bahasa internasional.
“Ini menarik, mungkin Prof Pudji dan kawan-kawan siapa pun yang terpilih di munas, menjadikan ini sebagai salah satu target kita untuk mendorong bahasa Melayu tidak perlu harus ada satu negara yang mendominasi bahwa bahasa Indonesia-kah, bahasa Malaysia-kah, bahasa Singapura-kah, saya kira kata bahasa Melayu menurut saya lebih tepat didorong untuk menjadi salah satu bahasa internasional. Siapa tahu bisa gol. Kalau pun tidak itu akan menjadi perjuangan bagi generasi sekarang dan generasi mendatang” sebut Rektor Unhas.
JJ juga sangat berharap seminar ini sukses, ‘sharing’ inspirasi yang peserta miliki di tempat masing-masing, sehingga keberadaan prodi sekali lagi bisa menyamai prodi-prodi lain di univeristas masing-masing.
Dulu, ketika sebelum menjadi rektor, masih kampanye, saya berharap sebenarnya, Sastra Indonesia ini pas masuk ke seluruh fakultas, mewarnai seluruh fakultas, supaya kita di seluruh fakultas bukan hanya berbahasa Indonesia yang baik dan benar, melainkan juga itu ada nilai-nilai seni. Ada kata-kata seni yang terpampang yang bisa dilihat di dinding-dinding. Ada puisi-puisi indah yang selalu mewarnai setiap sudut ruangan. Tetapi rasanya, belum bisa diwujudkan. Di ruang rektor sudah dimulai. Minimal kita memiliki nilai seni di situ dan bisa pelihara dengan baik.
“Selamat berseminar dan saya sangat mengapresiasi pada Prof. Rahim Aman dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) yang dapat berkolaborasi dalam seminar ini menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Melayu,” ujar JJ, kemudian bercerita mengenai perbedaan kata “menjemput” di Malaysia yang bermakna “mengundang”, yang pengertiannya berbeda dengan di Indonesia. Oleh sebab itu, Prof. Rahim waktu itu mengambil bahasa Indonesia agar dua negara ini tidak saling membenci gara-gara salah pengertian terhadap bahasa kata yang sama, tetapi maknanya berbeda.
Prodi ini masih sangat dibutuhkan. Ilmu tentang sastra Indonesia sangat dibutuhkan dan jangan pernah merasa bahwa ini tidak se-seksi Fakultas Kedokteran, Teknik, dan fakultas dianggap favorit. Ini tergantung kita bagaimana mengapresiasi prodi ini.
“Sungai kering menunggu hujan turun
Di tepinya banyak anak burung angsa
Simposium ini bukan sembarang pertemuan
Tapi wahana untuk merawat budaya bangsa,” Rektor Unhas Jamaluddin Jompa menutup sambutannya dengan pantun yang dilanjutkan dengan pernyataan pembukaan Seminar Internasional Bahasa, Sastra, dan Budaya yang dirangkaikan dengan Musyawarah Nasional Forum Program Studi Sastra Indonesia Seluruh Indonesia (Forprossi) dengan mengucapkan "basmalah".
Seminar internasional ini diikuti sekitar 60 peserta dengan membahas 60 makalah dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Seminar bertema “Bahasa Indonesia Menuju Bahasa Internasional” yang dirangkaikan dengan Musyawarah Nasional Program Studi Sastra dan Bahasa Indonesia (Forprossi) 2023 itu dibuka Rektor Unhas Prof.Dr.Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. di rumah jabatan Rektor Unhas, Rabu (27/9/2023) malam.
Pada seminar yang dirangkaikan dengan peringatan Bulan Bahasa dan Dies Natalis Fakultas Ilmu Budaya Unhas tersebut, bertindak sebagai pembicara kunci Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa. Dekan FIB Unhas, Prof Akin Duli sementara pada acara pembukaan memberikan sambutan, Ketua Departemen Sastra Indonesia FIB Unhas, Dr. Munira Hasjim, S.S., M.Hum,
Beberapa pembicara internasional pun dihadirkan masing-masing, Prof Rahim Aman (Universiti Kebangsaan Malaysia), Gogot Suhartowo (Atase Pendidikan Indonesia, Korea Selatan), Gudrun Fenna Ingratubun (Penulis dan Penerjemah Sastra, Jerman), Evelyn Yang En Siem (Hankuk University of Foreign Studies, Korea Selatan), Liu Dandan (Nanchang Normal University, China), dan Manavavee Mamah (Yala Rajabhat University, Thailand).
Ketua Panitia, Dr. Ikhwan M Said berkata, seminar ini telah direncanakan sejak lama, dan menjelang Oktober dipilih karena seiring dengan peringatan Bulan Bahasa.
“Acara ini telah menarik banyak peserta, dengan 60 makalah yang telah dikumpulkan oleh para pemakalah,” ujar Ikhwan M.Said.
Munas Forprossi 2023 juga diadakan sebagai bagian dari acara ini dan pesertanya terdiri atas seluruh fakultas yang memiliki Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia. Lebih dari 20 universitas yang sudah mendaftar untuk mengikuti Munas ini.
Pada saat pembukaan di rujab Rektor Unhas, Prof. Jamaluddin Jompa sebagai pembicara kunci menyampaikan presentasinya. Dengan pelaksanaan seminar dan munas Porprossi ini para dosen Sastra Indonesia berharap Bahasa Indonesia dapat difungsikan sesuai amanat UU No,26 Tahun 2009 tentang Bahasa, Bendera, dan Lagu Kebangsaan.
Bahasa Indonesia juga berpotensi menjadi bahasa internasional secara global.
“Saya bahkan membaca satu artikel yang menyebutkan bahwa kurang lebih sudah 70 negara yang mempelajari bahasa Indonesia baik sebagai kebutuhan tambahan maupun sebagai kebutuhan. Sehingga, diterima di negara-negara tersebut,” ujar Ikhwan.
Tdak hanya itu, di tingkat ASEAN, upaya untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa ASEAN terus dilakukan, meskipun belum resmi karena ada tantangan politik.
“Peluang untuk Bahasa Indonesia tetap terbuka. Hal ini disebabkan oleh sifat Bahasa Indonesia yang tetap dan konsisten dalam kaidahnya, sehingga memudahkan pembelajar asing mempelajarinya dibandingkan bahasa lainnya,” Ikhwan M.Said kemudian menambahkan, bersamaan dengan seminar internasional ini juga ditandatangani nota kesepahaman kerja sama antara Unhas dengan perguruan tinggi yang ikut dalam seminar internasional dalam berbagai bidang riset dan publikasi.
Seminar berlangsung di Hotel Imperial Aryaduta mulai 28 dan 29 September 2023. (MDA)