Tak Sengaja Jumpa Sulis, Salawat Rasul (1) : Awal Nyanyi Jelang Pulang Sekolah

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh : M. Dahlan Abubakar

Pengantar :
Ketika menyertai kunjungan Presiden Lajnah Tanfidziah Syarikat Islam (PLT SI) Dr. Hamdean Zoelva, SH, MH ke Kota Tual 17 s/d 19 Oktober 2023, penulis secara tidak sengaja dan tak terduga sama sekali bertemu dengan Sulistiyowati, yang kondang dengan sapaan Sulis dalam tembang berirama nasyid bersama Haddad Alwi. Mojang Solo ini pada tahun 2023 terpilih sebagai salah seorang dari 500 tokoh muslim berpengaruh di dunia.

Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas, usai acara pelantikan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SI Kota Tual 18 Oktober 2023, di kediaman Ketua DPRD Kota Tual Hassan Syarifuddin Borut, SE. Penulis berbincang-bincang dengan perempuan cantik kelahiran Solo 23 Januari 1990 ini. Beberapa catatan dimuat mulai hari ini. (Redaksi)

Sulis, ini nama panggungnya yang sangat dikenal publik. Nama lengkapnya Sulistiyowati. Bungsu dari tiga bersaudara buah hati pasangan Sumadi-Siti Satinem ini, pada tahun 2023 terpilih sebagai salah seorang dari 500 sosok muslim dunia berpengaruh. Sulis masuk pada kategori Seni dan Budaya bersama Asma Nadia dan Hely Tiana Rosa.

Di dalam klausul alasan keterpilihannya oleh suatu lembaga internasional yang berkedudukan di Amman, Jordan dalam penghargaan bertajuk “The Worlds 500 Most Influental Moslim of the Year (2023)” dari “The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Amman, Jordan” adalah karena Sulis merupakan seorang anak yang terkenal sebagai penyanyi nasyid bersama Haddad Alwi sejak berusia 9 tahun. Tidak hanya itu, albun pertamanya, “Cinta Rasul 1” laris manis satu juta kopi.

Kepada penulis, Sulis bercerita, dia mulai menyanyi pada usia 9 tahun. Kisah jatuh hati pada urusan Tarik suara ini ternyata turun dari ayahnya, Sumedi, yang juga termasuk salah seorang pesinden di Kota Solo. Ibunya, Siti Satinem juga suka sinden, tetapi tidak se-aktif ayahnya.

Baca juga :  DKP Sulsel Rehabilitasi Ekosistem Pulau Kecil di Takalar

Sulis tinggal di kawasan yang terbilang kumuh.

Dia membandingkan, jika di Amerika Serikat ada kawasan Broklyn, tempat Mike Tyson, petinju leher beton kecil hingga besar, di Solo ada daerah bernama Sangkrah. Di kawasan inilah Sulis tinggal dengan kedua orang tua plus dua bersaudara pada bangunan sempit berukuran 2x3 m. Rumah tersebut dibagi dua. Satu bagian digunakan sebagai kamar tamu dan satu lagi kamar tidur yang pada siang hari berfungsi sebagai dapur.

“Kehidupan masa kecil saya harus bersih-bersih di tempat mandi cuci kakus (MCK) karena rumah kecil 2x3 m,” kenang Sulis yang membuat dirinya dulu selalu ‘minder’ (merasa rendah diri).

Dia sangat maklum keterbatasan orang tuanya yang belum mampu membeli rumah. Untuk sementara keluarga Sulis tinggal di atas lahan milik pemerintah. Di rumah yang sempit dan kecil ini tinggal lima orang insan Tuhan. Ayah dan ibu, kedua kakaknya, Rina dan Dewi, serta Sulis sendiri.

Sangkrah, lokasi Sekolah Dasar tempat Sulis belajar waktu itu hanya memiliki tidak cukup 10 orang murid dan terakhir sudah ditutup lantaran kekurangan murid. Sekolah ini berada di Kelurahan Sangkrah di Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta. Kelurahan ini terbilang padat penduduk. Pada tahun 2020 Sangkrah berpenduduk 12.817 jiwa. Letaknya yang berada tepat di bantaran sungai, Sangkrah kerap disebut Venezia (kota dengan kanal terkenal di Italia)-nya Surakarta. Jika di Venezia terkenal perahunya bernama ‘gondola’, di Surakarta dikenal dengan nama ‘gethek’.

Selain karena genetik (keturunan) dari ayah dan ibunya yang suka sinden, Sulis juga terbiasa menyanyi di sekolah dasar itu. Ayahnya, suka menggubah lagu Jawa buat menyanyi sendiri saja. Tetapi belum ada yang di-“launching”. Pada setiap hendak pulang sekolah, sang guru selalu memanggil Sulis melantunkan suaranya. Itu terjadi ketika Sulis di kelas 1 hingga kelas 3.

Baca juga :  Lampaui Target Nasional, Selayar Terima UHC Award

“Ayo Sulis, menyanyi dulu sebelum pulang,” begitu pinta gurunya setiap Sulis hendak melangkahkan kaki meninggal sekolah.
Tembang yang dibawakan merupakan lagu-lagu daerah. Lagu-lagu Solo.

“Ya lagu yang banyak berisi nasihat orang tua, tentang kehidupan. Seperti Macopat,” Sulis memberikan contoh yang kemudian langsung melantunkan lagu yang pernah dinyanyikan dua puluhanan lebih itu selagi wawancara.

Setelah pulang sekolah, pada sore hari Sulis ke masjid bersama anak-anak yang lain. Di rumah ibadah ini mereka belajar mengaji pada sebuah Yayasan Al Al Ihya di Jl. Sungai Negara 38 Kedung Lumbu, Pasar Kliwon Solo. Yayasan ini dibangun oleh Habib Haddad Alwi dan kawan-kawannya yang kelak merupakan duet Sulis dalam membawakan tembang “Tayyibah Cinta Rasul 1” yang merupakan tembang pertamanya yang laris manis itu. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Meriah Gerak Jalan Cilik se-Kecamatan Lilirilau 

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Masih dalam suasana perayaan HUT ke 80 Kemerdekaan RI , panitia menggelar kegiatan gerak jalan...

Polsek Marioriwawo dan Marioriawa Gelar Patroli Blue Light 

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Masih dalam suasana pasca peringatan HUT ke 80 Kemerdekaan RI ,yang tetap berlanjut dengan sejumlah...

Prof. Dr. Hj. Darmawati H, S.Ag, M.HI Medsos Sering Dianggap Sarana Perselingkuhan

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Telepon pintar (“smartphone) dan internet memudahkan hubungan kapan dan di mana saja. Namun di balik...

Prof. Dr. Abdullah Abd.Thalib, S.Ag, M.Ag Tauhid Jadi Kerangka Pandangan Hidup

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR - Dalam pendekatan filsafat dan tasawuf, tauhid tidak berhenti pada pengakuan verbal atau pemahaman dogmatis, tetapi...