Dede Arwansyah, S.H.,M.H. Ketua Bawaslu Kota Makassar, memang sudah menduga, sebagai pemateri terakhir bakal memperoleh bagian yang tidak terlalu banyak. Lagipula, sejumlah informasi yang ingin disampaikannya sudah ‘dibabat’ habis oleh Fajlur dan Endang Sari.
“Inilah risikonya sebagai pembicara terakhir,” lulusan S-1 dan S-2 Fakultas Hukum Unhas ini berkata saat mengawali penyajiannya.
Sehubungan dengan tema seminar yang menyoal Putusan Mahkamah Konstitusi yang melanggengkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden 2024, Dede Arwansyah menegaskan, putusan hakim itu dianggap benar sampai ada putusan yang kemudian membatalkan. Senang atau tidak senang, suka atau tidak suka ketika MK sudah mengeluarkan putusan itu wajib diikuti dan dianggap benar dan harus siap dilaksanakan.
“Tiga lembaga, KPU, Bawaslu bertugas mengawasi proses pelaksanaan pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP). Ketiga lembaga ini hanya berbeda kamar, tentang etik itu tugas DKPP dan melakukan penindakan terhadap penyelenggara pemilu. Kedua, Bawaslu, bertugas ketika terjadi dugaan pelanggaran penyelenggaraan pemilu.
Empat jenis pelanggaran yang ditindaki Bawaslu. Pertama, pelanggaran administrasi pemilu. Kedua, pelanggaran pidana pemilu. Ketiga, pelanggaran etik, dan satu jenis pelanggaran yang tidak masuk dalam rumpun pelanggaran itu, yakni pelanggaran yang terkait dengan ketentuan hukum lainnya. Misalnya, terkait dengan netralitas ASN itu menjadi kewenangan Bawaslu, tetapi berkaitan dengan sanksi itu menjadi kewenangan lembaga lain. Pidana pemilu melibatkan peran Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang melibatkan Polri, Kejaksaan, dan Bawaslu.
“Kalau pelanggaran etik dilakukan KPU itu akan disampaikan kepada Bawaslu. Kalau pelanggaran lain yang terkait dengan UU maka akan diserahkan kepada KASN untuk diproses,” sebut Dede.
Di Makassar ada 750 anggota caleg sebagai daftar calon tetap (DCT). Mereka itu akan memperebutkan sekitar 50 kursi. Jadi rasio yang gagal dan sukses itu akan sangat besar. Dinamika pertarungan di bawah akan meninggi, ekskalasi terkait dugaan pelanggaran itu akan meningkat.
Dede memaparkan, kalau pileg itu biasanya datang ke Bawaslu setelah tanggal 14 Februari 2024. Sehingga diibaratkan antara Bawaslu dan KPU itu benci tapi rindu. Untuk saat ini Bawaslu dibenci karena selalu dianggap selalu memata-matai, selalu mengawasi teman-teman partai politik, selalu memata-matai penyelenggara lain.