“Tetapi pada tanggal 14 Februari dan sesudahnya kami dirindu karena rata-rata biasanya seluruh caleg dan parpol yang sudah mengetahui tidak mendapatkan kursi berlari ke Bawaslu. Dan teorinya, mereka yang berusaha politik uang, berusaha memanipulasi hasil. Ujung-ujungnya yang dituding penyelenggara yang curang,” kata Dede.
Begitu rumusnya, padahal dia sendiri yang melakukan politik uang dan menghindari Bawaslu dan sebagainya. Dan menumpahkan kesalahan itu pada penyelenggara. Mereka berbondong-bondong datang ke Bawaslu, minta data-lah, suaranya dicuri, itu berdasarkan pemilu-pemilu sebelumnya.
Tentang alat peraga kampanye (APK). KPU melalui suratnya sudah mengeluarkan bahwa ada 12 tempat atau jalan yang tidak boleh dipasangi alat peraga kampanye. Itu diawasi oleh Bawaslu. Bagaimana dengan alat peraga yang dipasang di pohon karena mencederai dan merusak pohon dan sebagainya. Kalau di pohon itu termasuk pelanggaran berdasarkan peraturan Wali Kota Nomor 71 tahun 2019 tentang lingkungan hidup.
Berkaitan dengan cawe-cawe Presiden yang ditanyakan wartawan media ini, kata Dede, pada prinsipnya, Bawaslu menegakkan aturan sesuai dengan regulasi. Selama itu tidak diatur dalam regulasi, Bawaslu dipastikan tidak mungkin melakukan proses terkait dengan itu.
“Jangankan itu, kedudukan para capres dan cawapres inikan masih menjabat sebagai penjabat negara. Regulasinya ada yang membatasi kita untuk bertindak. Pejabat itu bisa melakukan apa saja, termasuk kampanye pada saat memanfaatkan kunjungan sebagai pejabat,” sebut Dede.
Kapan dia bertindak sebagai caleg, capres/cawapres dan kapan dia bertindak sebagai pejabat negara. Namun karena regulasi tidak ada yang membatasi itu, maka lembaga penyelenggara tidak dapat berbuat semena-mena atau di luar kewenangan kita.
Dede mengungkapkan, Bawaslu Makassar hanya didukung 200 orang saja saat ini yang akan menghadapi 1 juta warga. Dia minta, kalau melihat ada pelanggaran pemilu minimal melaporkan ke Bawaslu disertai bukti. Identitas akan dirahasiakan sebagai informasi awal. Buktinya dilampirkan agar bisa diproses. Untuk memproses sesuatu itu mininal harus ada dua alat bukti yang digunakan untuk melakukan proses.
“Hanya saja, biasanya disuruh melapor, tidak ada yang mau. Ini yang juga menjadi kendala di Bawaslu,” pungkas Dede Arwansyah. (MDA)