Bidang pendidikan pun tak kalah maju dengan Baghdad dan Cordoba. Di Palermo ada Universitas Balerm, salah satu universitas tertua di dunia. Pamornya hanya kalah bersaing dari Universitas Cordoba di Spanyol yang juga dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Dalam percakapan sehari-hari, orang-orang Palermo menggunakan tiga bahasa: Yunani, Arab, dan Latin. Tak aneh jika saat itu upaya-upaya penerjemahan buku-buku khazanah Yunani ke bahasa Arab dan Latin berlangsung gencar.
Sisilia, khususnya Palermo, tetap menjadi primadona pengetahuan selama ratusan tahun hingga pada sekira 1800-an kota yang cantik itu jatuh ke tangan para mafioso. Sejak itulah, pusat ilmu pengetahuan di Eropa tersebut berubah menjadi sentra bisnis hitam, seperti narkoba dan penjualan orang (trafficking).
Hasil pengamatan saya saat mengelilingi Palermo, melihat begitu banyak bangunan bersejarah dan gereja yang memiliki pengaruh gaya arsitektur Islam, saya merasa yakin Palermo lebih mirip Baghdad atau Da¬maskus ketimbang kota-kota di Eropa.
Saya menyaksikan sendiri betapa nuansa Islam sangat kasat mata terlihat dalam bangunan Palatine Chapel atau Capella Palatina, sebuah kapel (gereja kecil) yang terdapat di Istana Palazzo Reale di Palermo. Kapel ini dibagun pada 1132. Arsitekturnya merupakan perpaduan antara gaya Byzantium dan Arab. Pada 1148, seorang musafir Arab mengunjungi gereja ini dan menyanjungnya dengan sebutan monumen terindah di dunia. Uniknya, ini mungkin satu-satunya gereja yang memiliki kaligrafi Arab sebagai dekorasinya. Bahkan, pada salah satu tiangnya, terdapat kaligrafi yang bertuliskan ayat Alquran. Capella Palatina juga merupakan satu-satunya gereja yang memiliki muqarnas pada langit-langitnya. Muqarnas adalah hiasan berbentuk sarang lebah yang selama ini hanya ada pada arsitektur Islam. Keunikan gereja ini ada pada langit-langitnya yang memiliki simbol bintang bersegi delapan khas dekorasi Islam.
Bangunan gereja berasitektur Islam berikutnya adalah gereja Martorana. Gereja bernama asli Santa Maria Dell’ammi¬raglio ini berada di Piazza Bellini, Palermo. Mulai dibangun pada 1143, gereja ini memiliki gaya arsitektur campuran antara Yunani dan Arab, tapi gaya Arabnya lebih menonjol. Tak hanya gereja, bangunan museum di kota ini juga memiliki gaya arsitektur unik. Salah sa¬tunya ialah The Zisa Museum. Museum yang bertempat di Castel¬lo Della Zisa yang terlihat indah ini menjadi saksi budaya Arab di Sisilia. Museum yang dibangun pada 1160 ini dahulunya merupakan rumah tempat tinggal para raja Palermo saat berburu.
Tidak heran jika Palermo dewasa ini menjadi rumah bagi puluhan ribu imigran, kebanyakan berasal dari negara-negara mayoritas muslim seperti Tunisia, Maroko, Bangladesh, dan Pakistan. Kehadiran imigran yang banyak di kota ini menjadi simbol multikulturalisme dan integrasi yang terus-menerus dibangun masyarakat Palermo. Masyarakat Islam yang berasal dari berbagai negara dan budaya harus membangun commond ground yang memungkinkan mereka hidup rukun dan damai.
Patrizia Spallino, profesor bahasa Arab dan direktur di Kantor Studi Abad Pertengahan di Palermo, menjelaskan bahwa bahasa Arab Tunisia pernah digunakan di Sisilia lebih dari 1.000 tahun lamanya dan bekasnya masih terdengar jelas dalam dialek Sisilia melalui berbagai nama tempat dan kosakata sehari-hari. Nama lingkungan pelabuhan Marsala di Palermo misalnya berasal dari bahasa Arab. Pengaruh ini juga dapat dilihat dalam kata-kata umum Sisilia seperti meskeen, dari bahasa Arab “miskin” yang berarti seseorang yang miskin atau tidak memiliki harta. Meskipun pengaruh Arab ini jelas bagi seseorang yang mempelajari bahasa dan mengetahui sejarah, Spallino menjelaskan bahwa sebagian besar penduduk tidak lagi menyadari adanya pengaruh bahasa Arab tersebut.
Selain itu, pengaruh Arab Islam juga terlihat pada keramahan Mediterania orang-orang Sisilia. Sikap penduduknya yang ramah ini sebetulnya sudah dimulai sejak tradisi Yunani, lalu berlanjut dengan tradisi Arab dan kemudian Byzantium. Di negara-negara Arab, jamuan minum teh merupakan hal yang sangat umum dan ini menjadi tradisi Sisilia sampai sekarang. Kapan pun kita bertamu ke rumah orang-orang Sisilia, kita akan dijamu dengan minumah teh hangat. Tradisi tersebut tidak ditemukan di kota-kota lain di Italia.
Saya merasakan betul perbedaan antara orang-orang Italia di Palermo dan orang-orang Italia yang tinggal di Roma. Meskipun mereka satu bangsa, kehangatan dan keramahan orang-orang Palermo terasa sangat menonjol dan itu membuat saya merasa nyaman, seolah sedang mengunjungi sanak keluarga sendiri. (*)