Catatan M.Dahlan Abubakar (Wartawan Senior)
BEBERAPA hari terakhir, Dinas Perhubungan dan pihak terkait, memasang lampu pengatur lalu lintas (‘traffic light’) pada pertigaan, Jl. Perintis Kemerdekaan dengan Jl. Dr.Leimena Baru dua jalur yang memotong dan dihubungkan oleh jembatan sungai Tello yang ujungnya hingga di Jl.Dr.Leimena Pannara Antang. Pemasangan lampu pengatur lalu lintas itu telah diuji coba sebelum akhirnya diputuskan pemasangan lampu pengatur lalu lintas.
‘Ralyat Sulsel” dalam pemberitaannya tanggal 19 September 2024 melaporkan mengenai peresmian penggunaan ‘traffic light’ tersebut menyebutkan, pengadaan lampu pengatur lalu lintas ini dipicu oleh maraknya pengendara sepeda motor yang melawan arus yang membelok dari jalan pintas Jl. Dr.Leimena Baru ke Jl.Perintis Kemerdekaan pada jalur yang ke arah PLTU/tengah kota. Alasan inilah yang mendorong kepolisian memasang ‘traffic light’ di kawasan tersebut.
“Pemasangan “traffic light” ini berlangsung Rabu (18/9/2024), dihadiri oleh sejumlah pejabat mulai dari Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto, Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Mokhamad Ngajib, Pihak Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Sulsel, Bahar Latief, Kasat Lantas Polrestabes Makassar, Kompol Mamat Rahmat, Kapolsek Tamalanrea, Kompol Muhammad Yusuf, dan pihak Dishub,” tulis “Rakyat Sulsel”.
Peresmian lampu pengatur lalu lintas juga dilakukan pada Jl. Andi Petta Rani-Sultan Alauddin.
“Pemasangan lampu lalu lintas ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kemacetan atau kepadatan kendaraan di Kota Makassar, utamanya di Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Sultan Alauddin. Yang paling utama, khususnya di Jl.Perintis Kemerdekaan-Leimena Baru untuk mengurangi pelanggar lalu lintas ,” kata Kasat Lantas Polrestabe Makassar, Kompol Mamat Rahmat seperti dilansir “Rakyar Sulsel” .
Dengan adanya bukaan itu, kata Mamat Rahmat, otomatis mengurangi pelanggaran, utamanya roda dua. Penerapan aturan baru ini diserahkan proses pengoperasiannya kepada Dinas Perhubungan (Dishub). Satu atau dua Minggu ke depan akan dilakukan uji coba atau sosialisasi terlebih dahulu.
"Dua minggu ini akan kita evaluasi, sudah diserahkan ke pihak Dishub untuk mengatur timernya," sebutnya.
Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Sulsel, Bahar Latief mengatakan pihaknya melihat manfaat pertigaan itu untuk meminimalisir kemacetan yang terjadi di Jalan Perintis Kemerdekaan. Dengan adanya izin pembukaan jalan, maka ‘lajur traffic light’ baru itu siap dimanfaatkan untuk masyarakat.
“Ini sebenarnya untuk mengurai kemacetan, karena rawan kemacetan. Salah satunya pada saat pagi dan sore hari,” ujar Bahar.
Bukan hanya itu, Bahar mengatakan simpang tiga tersebut diharapkan bisa meminimalisasi pengendara yang kerap melawan arus dari arah Antang. Mengingat U-Turn atau pemutaran yang jauh.
“Ketika ini dibuka kemacetan bisa diminimalisasi dan kendaraan roda dua yang melawan arus bisa berkurang nantinya. Jadi itu memberikan suatu keselamatan dan kenyamanan kepada pengguna jalan di Makassar,” ucapnya.
Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan ‘Danny’ Pomanto mengapresiasi pembukaan median jalan di kawasan simpang lima sebagai upaya untuk meminimalisasi terjadinya kemacetan.
“Ini merupakan bentuk kepedulian khususnya pada pengguna transportasi jalan. Tentu ke depan, rekayasa seperti ini juga dilakukan di simpul-simpul kemacetan lainnya di Kota Makassar,” ungkap Danny.
Danny mengatakan, kawasan jalan seperti Perintis, Bawakaraeng, Urip Sumiharjo, dan beberapa jalan protokol lainnya butuh bangkitan dan rekayasa jalan yang efektif untuk memecah kemacetan.
Berkurang, macet bertambah
Niat pihak terkait memasang ‘traffic light’ tersebut yang dominan menurut pengamatan saya adalah untuk mengurangi banyaknya pengguna sepeda motor yang sering melawan arus dari arah Jl. Leimena Baru. Para pemotor ini langsung berbelok ke kanan dan melawan arah dengan kendaraan yang bergerak dari arah pintu 1 Unhas.
Pada tanggal 27 September 2024, usai mengajar di Kampus Unhas Tamalanrea sore hingga pukul 17.50 Wita saya memutuskan terus pulang. Pada saat hendak meninggalkan kampus melalui pintu 1, hampir satu jam baru bisa lepas dan bisa menyeberang di perempatan lampu pengatur lalu lintas. Begitu memasuki ruas Jl. Perintis Kemerdekaan di depan Jl. Bung, kendaraan padat merayap.
Usai menunaikan salat magrib di masjid di belakang ruko pada pukul 18.45 Wita, saya pun kembali memasuki ruas Jl. Perintis Kemerdekaan dengan harapan akan segera keluar dari jebakan kemacetan arus lalu lintas awal malam hingga pertigaan Jl.Perintis Kemerdekaan-Jl. Dr.Leimena Baru. Saya kaget saat melihat ada barikade jalan lurus ke arah tengah kota di pertigaan tersebut. Sejumlah petugas Polantas juga ‘mengadang’ para pengguna jalan dan mengarahkan mereka ke Jl. Leimena Baru.
Pengalihan arus lalu lintas ini memaksa mereka yang hendak ke tengah kota memutar balik kendaraannya di ujung selatan Jl.Dr.Leimena Baru. Kendaraan dari arah Jl.Perintis Kemerdekaan ini akan bergabung dengan kendaraan lain yang juga melawan arus di Jl. Leimena atau dari Jl.Abdullah Dg.Siruwa yang hendak cepat tiba di Jl.Perintis Kemerdekaan, terutama sepeda motor. Tanda larang dengan tulisan “Jalan Satu Arah” di Jl.Leimena tidak begitu mujarab menghentikan nafsu melanggar arus lalu lintas yang dilakukan oleh, khususnya para pengendara sepeda motor. Kendaraan roda empat pun ikut menerobos jalan satu arah ini. Padahal, sudah ada yang posting di media sosial, kendaraan roda empat yang melawan arah akan terekam CCTV tersembunyi dan dikenakan sanksi atas pelanggarannya berupa pembayaran di bank. Tetapi, foto di media sosial ini kurang tersosialisasi karena masih banyak pengemudi kendaraan roda empat yang melanggar, meskipun sudah terpampang tanda larang disertai papan bicara “Jalan Satu Arah”. Mungkin mereka tidak membaca medsos itu. Begitulah rumitnya mengatasi perilaku berlalu lintas di daerah ini.
Biasanya, penerobos jalan satu arah ini berhenti jika ada petugas Polantas di dekat ujung pertigaan Jl. Leimena-Jl. Leimena Baru setelah disampaikan oleh para pengendara yang bergerak dari arah yang sebenarnya. Jadi, jika ada petugas Polantas, sebaiknya para pengemudi sudah dicegah di dekat jembatan penyeberangan dari Jl. Inspeksi PDAM ke Jl. Leimena, bukan ditunggu di ujung Jl. Leimena Baru. Sebab kalau di tunggu di sini, kendaraan yang terhentikan akan menghambat arus lalu lintas yang lain. Belum lagi kalau banyak sepeda motor yang terpaksa putar haluan karena takut diadang petugas.
Kehadiran lampu pengatur lalu lintas di Jl. Perintis Kemerdekaan ini setelah beberapa hari diterapkan ternyata malah menimbulkan kemacetan. Selain dari arah Pintu 1 Unhas, juga yang menimpa pengguna jalan dari arah PLTU yang bergerak di jalur kiri. Penyebabnya, mereka harus berhenti, selain karena ‘perintah’ lampu pengatur lalu lintas, juga memberi kesempatan pengguna jalan yang kebanyakan sepeda motor yang memotong dari arah Jl.Dr.Leimena Baru yang jumlahnya kian membengkak setelah adanya ‘traffic light’ ini. Pasalnya, kendaraan dari Jl.Abdullah Dg.Siruwa tidak lagi lurus ke depan PLTU, tetapi membelok ke kanan di pertigaan jalan di depan PLTU-Jl. Leimena. Arus kendaraan ini akan terakumulasi di pertigaan di ujung Jl.Leimena Baru dan ‘mengalir’ deras menuju petigaan dengan Jl.Perintis Kemerdekaan. Ini realitas yang terjadi pascapenerapan pengatur ‘traffic light’.
Pada tanggal 30 September 2024 siang, saya mampir pada sebuah tempat di dekat lampu pengatur ‘traffic light’. Ketika akan masuk ke tempat itu di sebelah kiri, saya harus hati-hati karena tokh ternyata masih ada pengendara sepeda motor yang melawan arah saat lampu pengatur lalu lintas memberi kesempatan kepada mereka yang bergerak ke barat. Bahkan mereka, setelah berbelok ke kanan, langsung masuk ke halaman ruko dan terus bergerak melawan arah di luar batang jalan hingga kembali ke sisi jalan Jl.Perintis Kemerdekaan melawan arah, setelah tidak ada lagi kosong. Ini kenyataan yang terjadi, sehingga alasan adanya ‘traffic light’ itu tidak berdampak menghentikan pengendara sepeda motor yang melawan arah.
Salah seorang pengusaha di jejeran bangunan sebelum pembelokan ke Jl.Dr.Leimena Baru mengeluhkan, sejak adanya ‘traffic light’, pemandangan kepadatan dan kemacetan lalu lintas kendaraan di depan jejeran ruko tersebut menjadi pemandangan baru dan biasa. Pemandangan ini tidak pernah terjadi sebelum lampu pengatur lalu lintas dipasang. Dan katanya, alasan pengadaan ‘traffic light’ untuk mengatasi kemacetan, ternyata tidak terbukti. Bahkan, menghadirkan kemacetan baru yang sebelumnya tidak terjadi, kecuali ada unjuk rasa mahasiswa. Jika banyak pengendara sepeda motor melawan arah, ya, itu benar. Mestinya yang ini harus diatasi dan dicari solusinya. Lain yang diatasi, malah menghadirkan masalah baru. Mohon kepada pihak terkait mengamati situasi di sekitar ‘traffic light’ tersebut beberapa hari terakhir ini.
Jika kemudian ada yang menilai, ini baru diterapkan, sehingga pengendara belum terbiasa, justru keliru. Justru yang tidak terbiasa adalah mereka harus berhenti setelah lepas ‘traffic light’ pintu 1 Unhas dan kendaraan terjebak ‘antrean’ panjang melanjutkan perjalanan ke arah tengah kota.
Ketika saya memperoleh informasi akan dipasang lampu ‘traffic light’ pada ruas jalan itu, saya sudah meramalkan bakal menambah parahnya kemacetan. Penyebabnya, jarak antara lampu ‘traffic light’ baru ini dengan di depan Pintu 1 Unhas tidak cukup 1 km. Pada saat lampu ‘traffic light’ baru, menyala hijau dan kendaraan bergerak, kendaraan akan berderet panjang (bukan menumpuk, karena menumpuk, itu berarti kendaraan ada yang di atas dan di bawah, bersusun dan kesannya tidak teratur) karena kendaraan yang menunggu lampu boleh jalan di depan pintu 1 Unhas belum bergerak.
Pembukaan ‘traffic light’ baru Jl. Perintis Kemerdekaan ini, juga memicu terjadi banyak kendaraan bermotor melawan arah di Jl. Dr.Leimena Pannara. Ini masalah yang sudah kronis. Apalagi pada saat menjelang magrib. Ini kian diperparah lagi oleh ketiadaan petugas Polantas karena pengguna jalan yang melawan arah hanya takut pada petugas bukan pada rambu lalu lintas dan aturan.
Menurut saya solusinya adalah untuk menghentikan pengendara sepeda motor yang melawan arah di Jl. Perintis itu -- yang juga terjadi pada ruas-ruas jalan lain -- adalah memberi sanksi kepada mereka. Petugas Polantas secara periodik bergiliran bergantian ‘mengawal’ jalan di ruas itu pada jam-jam parah. Menindak tegas mereka yang melanggar agar jera. Pertanyaannya kemudian, sampai berapa lama petugas harus terus di situ menghadapi ketiadaan kesadaran pengendara.
Untuk mengatasi masalah ini memang berat, sebab berkaitan dengan perilaku dan kesadaran pengguna jalan. Itu karena mereka yang hanya takut pada petugas dan bukan pada aturan, sudah kronis terbiasa dengan pola perilaku melawan aturan. Tidak ada tindakan yang membuat para pelanggar itu jera. Mereka akan terus melakukan pelanggaran karena sudah menjadi ‘habit’ (kebiasaan).
Jadi, sebaiknya pihak terkait kembali mengamati situasi kemacetan di Jl Perintis Kemerdekaan setelah adanya pemasangan ‘traffic light’ tersebut lalu mengevaluasinya dan mencari solusi terbaik yang lain. CCTV kota bisa yang ada di War Room Balai Kota Makassar bisa membantu memantau situasi jika tidak ingin berpanas-panas di jalan. Sebab, ternyata pengendara sepeda motor yang melawan arah yang menjadi alasan dibangunnya fasilitas ini, justru tidak hilang. Kendaraan dari arah Jl.Leimena Baru yang harus berbelok kiri dan berbalik arah di dekat MTos, juga tidak terlibat kemacetan parah. Pengguna jalan malah saling pengertian dibantu ‘Pak Ogah’ sebagai pengatur jalan, menggantikan petugas Polantas yang kini sering juga secara periodik turun ke jalan. (*).