Dalam persidangan, Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Bintuni menuntut Marthinus selaku terdakwa selama 4 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan dan membebani membayar uang pengganti sebesar Rp458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan.
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Bintuni kemudian menjatuhkan vonis kepada Marthinus selama 4 tahun penjara denda Rp 200 juta dan membebani membayar uang pengganti sebesar Rp 76.500.000.
“Atas putusan tersebut, Marthinus sempat banding dan hasilnya Pengadilan Tinggi menjatuhkan vonis selama 5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan. Putusannya seirama dengan tuntutan JPU Kejari Bintuni,” terang Abun.
Tak terima dengan putusan Pengadilan Tinggi di tingkat banding, Marthinus lalu kembali melakukan perlawanan dengan mengajukan kasasi. Dalam perjalanannya, Mahkamah Agung memutuskan menolak kasasi Marthinus dan menyatakan menguatkan putusan Pengadilan Tinggi tingkat banding yakni 5 tahun penjara denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan serta membayar uang pengganti sebesar Rp 458.100.000 subsider 1 tahun 6 bulan.
“Pasca putusan kasasi dinyatakan inkrah, yang bersangkutan lalu dipanggil secara patut untuk memenuhi panggilan eksekusi atas putusan kasasi tersebut, namun dia tak datang dan akhirnya ditetapkan sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) oleh Kejari Bintuni,” ungkap Abun.
Abun menyebutkan, sejak putusan dinyatakan inkrah, Marthinus buron selama 6 bulan dan akhirnya berhasil ditangkap di Makassar, Sulsel.
“Jadi kita imbau bagi seluruh buronan untuk segera menyerahkan diri karena tak ada tempat yang aman bagi buronan untuk kabur,” pungkas Abun.(Hdr)