PEDOMAN RAKYAT, MAKASSAR.- Menguasai Bahasa Inggris berarti membuka jendela dunia. Dengan bahasa Inggris kita dapat berkomunikasi dan berkontribusi untuk masa depan global.
“Bahasa Inggris bukan hanya pelajaran, melainkan juga alat penting yang akan memperkuat langkah kita menuju kesuksesan dalam dunia kerja internasional,” kata Prof.Nasmilah, Dip.TEST.,M.Hum, Ph.D. saat membawakan orasi ilmiah penerimaan jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengajaran Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Budaya Unhas, di Ruang Senat Unhas Kampus Tamalanrea, Selasa (24/12/2024).
Dalam orasinya berjudul “Bahasa Inggris dan Perspektif Pedagogi: Peranan, Tantangan, dan Peluang di Era Globalisasi”, yang disampaikan di depan Rapat Paripurna Senat Terbuka Luar Biasa Unhas, Guru Besar ke-545 Unhas itu mengatakan, jadilah pembelajar Bahasa Inggris yang gigih karena keberhasilan hanya milik mereka yang terus berusaha.
“Jadilah pula pembelajar yang mandiri karena dengan kemandirian kita membangun kepercayaan diri untuk berinteraksi dan berkarya di dunia yang tanpa batas,” ujar lulusan doktor (Ph.D) The University of Newcastle, Australia (2005) dalam rapat paripurna yang dihadiri Rektor Unhas Prof.Dr.Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. Ketua dan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Unhas, Ketua Senat Akademik Unhas Prof. Dr. drg. Baharuddin Thalib, M.Kes., Sp.Pros (K) dan para anggotanya, dan undangan.
Setelah menyelisik tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam mempelajari Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dan peluang yang tersedia untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut, Nasmilah mengajukan beberapa rekomendasi bagi para ‘stakeholder’ (penentu kebijakan/kepentingan) dalam penyelenggaraan pendidikan Bahasa Inggris di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Pertama, perlu adanya peningkatan jumlah penerima beasiswa yang dapat belajar di negara berbahasa Inggris.
“Kedua, perlu penerapan program ‘Total Immersion to English’ (situasi saat pembelajar menghabiskan waktu dalam lingkungan yang hanya menggunakan bahasa Inggris, red.) bagi seluruh mahasiswa (dimulai dari Unhas sebagai pioner) melalui program matrikulasi,” ujar lulusan Diploma in The Teaching of English as a Second Language (Dip.TESL), English Language Institute Victoria University of Wellington, New Zealand (1991) tersebut.
Menurut Nasmilah, rekomendasinya yang kedua itu dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai model. Satu di antaranya, “Internal English Immersion Program” (IEIP), yakni kegiatan tahunan yang mewajibkan peserta menggunakan bahasa Inggris dalam berbagai kegiatan. EIP ini dapat dilakukan di berbagai tempat. Misalnya mahasiswa tingkat akhir dari Departemen Sastra Inggris ditempatkan di departemen lain di lingkungan Unhas untuk melatih bahasa Inggris mereka.