6. Peserta ujian bisa membuka aplikasi lain saat mengerjakan soal, misal WhatsApp dan aplikasi AI (ChatGPT).
7. Pelaksanaan ujian TPA tanpa difasilitasi komputer dan jaringan sehingga siswa bekerja dengan HP masing-masing.
8. Pelaksanaan ujian di hari pertama yang tertunda karena tidak siap, sehingga dipindahkan ke hari terakhir.
Banyaknya persoalan ini menyebabkan 300 calon siswa mendapat nilai 0. Melihat fakta-fakta ini, wajar jika kredibilitas dan akuntabilitas penyelenggara TPA SPMB Sulsel dipertanyakan.
Pihak Dinas Pendidikan seharusnya mengakui kisruh ujian TPA ini, sehingga tidak bisa dijadikan acuan dalam penentuan hasil seleksi PMB. Alih-alih menyeleksi siswa-siswi terbaik, malah kualitas siswa yang lulus tidak bisa dipertanggung jawabkan.
SPMB yang diharapkan membangun merit sistem, untuk membangun SDM unggul di masa mendatang, malah menimbulkan banyak masalah.
Pendidikan tidak bisa dikelola dengan main-main, tidak bisa dikelola dengan setengah hati karena memiliki dampak besar ke depan. Seperti kata Nelson Mandela, pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk mengubah dunia. (*)