“Data nasabah berasal dari pihak ketiga, yakni AH dan ER, yang mengarahkan NR, F, II, dan R untuk mencari identitas calon peminjam,” kata Soetarmi.
Setelah terkumpul, urainya lagi, berkas-berkas itu diserahkan secara berjenjang dari NR dan kawan-kawan ke ER, lalu ke AH, dan akhirnya ke ATP. Proses pencairan pun bergulir, dan dana KUR pun cair.
“Namun, alih-alih disalurkan kepada penerima kredit yang sah, dana justru dibagi-bagikan sebagai “fee” antar anggota jaringan. Setelah dana cair, NR, F, II, dan R menarik potongan yang diserahkan kepada ER dan AH untuk didistribusikan kembali kepada semua pihak yang terlibat, termasuk pegawai bank,” ujarnya.
Hingga kini, penyidik Kejati Sulsel masih membongkar potensi keterlibatan pihak lain dalam skema pencairan kredit yang merugikan negara senilai Rp6.568.960.595 itu.
Sejumlah saksi tambahan telah dipanggil dan diminta kooperatif. Jaksa juga mengingatkan agar tak ada upaya menghilangkan barang bukti atau menghalangi proses hukum.
“Kami berkomitmen melaksanakan penyidikan secara profesional dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan,” tegas Soetarmi.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Subsidernya, mereka dapat dikenai Pasal 3 dengan ancaman pidana serupa,” Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi menandaskan. (Hdr)