PEDOMANRAKYAT, GOWA — Sudah delapan bulan berlalu sejak Nurhayati Dg Kamma melaporkan penebangan sepihak pohon sukun miliknya di Dusun Baturappe, Kecamatan Biringbulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Namun, hingga awal Agustus 2025, kasus tersebut masih menggantung tanpa kepastian hukum. Kepolisian setempat menganggap perkara itu sebagai tindak pidana ringan, kendati pohon yang ditebang bernilai ekonomis dan berstatus milik pribadi.
Laporan Nurhayati teregister dalam surat laporan polisi LPB/38/XII/2024/SPKT tertanggal 12 Desember 2024.
Ia melaporkan seorang pria berinisial SDS atas dugaan perusakan tanaman produktif berupa pohon sukun yang selama ini menjadi salah satu sumber penghasilan keluarganya. Pohon itu ditebang pada 6 Desember 2024, sekitar pukul 15.00 WITA, tanpa izin.
“Buah sukun itu panennya dua tahun sekali. Terakhir sudah siap panen dan biasa dibeli pedagang sampai Rp1,5 juta,” ujar Nurhayati saat ditemui, Kamis, 01 Agustus 2025. “Tapi sekarang, tidak ada lagi hasil. Pohonnya sudah ditebang habis.”
Namun dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) terakhir yang diterima Nurhayati, perkara tersebut dikategorikan sebagai pencurian ringan, bukan perusakan tanaman produktif.
Akibatnya, kasus hanya diproses sebagai tipiring (tindak pidana ringan) dan tidak naik ke tahap penyidikan formal.
Penanganan ini mengundang sorotan tajam dari Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan. Direktur PUKAT Sulsel, Farid Mamma, menyebut ada indikasi pengaburan fakta hukum dan kelalaian prosedural dalam klasifikasi perkara.