PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar Prof.Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag mengatakan, di tengah arus informasi yang serba cepat dan global, hadis-hadis Nabi yang seharusnya menjadi sumber teladan kasih dan kebijaksanaan, justru sering digunakan untuk menjustifikasi kekerasan simbolik, ekslusivisme, bahkan tindakan intoleransi.
“Esposito menyebut, penyalahgunaan teks-teks keagamaan oleh kelompok radikal seringkali berakar pada pendekatan literal dan ahistoris terhadap sumber-sumber Islam, khususnya hadis-hadis dan mengabaikan ‘maqasid’ (tujuan syariah),” ujar Prof. Tasmin Tangngareng saat menyampaikan orasi penerimaan jabatan Guru Besar Tetap Bidang Fiqh al Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar, di Gedung Auditorium UIN Alauddin Kampus II Samata, Gowa, Rabu (20/8/2025).
Pidato penerimaan jabatan Guru Besar berlangsung pada Sidang Senat Terbuka Luar Biasa UIN Alauddin yang dibuka Ketua Senat Prof. Dr. Mardan, M.Ag., dan dihadiri Ketua Dewan Guru Besar Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si. dan para anggota Senat/Dewan Guru Besar UIN Alauddin, Rektor UIN Alauddin Prof. Drs. H. Hamdan Juhannis, M.A, Ph.D., Pengurus Kerukunan Masyarakat Bima Sulawesi Selatan (KMBS) dan KMBS Kabupaten Gowa.
Prof. Tasmin Tangangareng yang dilahirkan di Lasusua Kolaka, Sultra 15 Agustus 1964 itu menyebutkan, penting mengangkat pendekatan ‘fiqh al hadis’, yakni pendekatan yang tidak hanya memotret teks hadis sebagai data normatif, tetapi juga menempatkannya dalam dialektika sosial, budaya, dan semangat zaman.
“Di sini terletak relevansi ‘fiqh al hadis’ sebagai pondasi moderasi beragama — al-wasatiyyah — yang menjadi roh Islam sejati dan nilai luhur yang diamanatkan oleh Rasulullah sendiri,” kata ayah 4 anak ini mengutip Surah Al Baqarah (2):143.
Guru Besar buah hati pasangan mendiang Tangngareng dan Siti Sarmi ini mengatakan, dunia Islam hari ini menghadapi tantang serius; polarisasi antara dua kutub keberagamaan. Pada satu sisi terdapat kelompok yang terlalu longgar (liberal) dan di sisi yang lain muncul kelompok yang keras dan ekslusif (fundamentalis atau puritan). Kedua kutub yang ekstrem ini sama-sama memanfaatkan teks hadis sebagai legitimasi, tetapi dengan pendekatan yang terputus dari integritas keilmuan ‘fiqh al hadis’ yang utuh.