“Kami datang bersama petugas BPN dan aparat kelurahan untuk melakukan pengukuran resmi. Tapi tiba-tiba datang sekelompok orang yang langsung mengusir kami dengan kasar. Saya sempat didorong, tangan saya dipelintir, bahkan alat ukur petugas hampir dirampas,” tutur Junedi.
Atas peristiwa itu, ia melakukan visum di RS Bhayangkara Makassar dan melaporkan dugaan penganiayaan serta perintangan tugas negara tersebut ke Polrestabes Makassar. Laporan ini telah teregister dengan Nomor LP/B/1984/X/2025/SPKT/POLRESTABES MAKASSAR/POLDA SULSEL.
Junedi menegaskan, tindakan kekerasan yang dialaminya merupakan bentuk intimidasi terhadap warga yang berupaya mencari keadilan. Ia meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam dan segera mengusut tuntas dua perkara yang telah dilaporkannya.
“Kami hanya ingin mempertahankan hak atas tanah keluarga kami. Saya berharap kepolisian serius menangani kasus ini baik dugaan pemalsuan dokumen maupun kekerasan yang kami alami saat menjalankan proses resmi bersama BPN,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Tri Alpha belum memberikan keterangan resmi terkait klaim kepemilikan lahan tersebut. Sementara itu, pejabat di BPN Kota Makassar juga belum bersedia memberikan komentar lebih lanjut dengan alasan masih menunggu hasil penyelidikan dari pihak kepolisian.
Kasus ini menambah panjang daftar sengketa pertanahan di wilayah Kota Makassar, yang belakangan kerap diwarnai dengan praktik pemalsuan dokumen, tumpang tindih sertifikat, dan keterlibatan pihak ketiga yang mengklaim lahan tanpa dasar hukum yang jelas. Publik kini menantikan langkah tegas aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan memastikan perlindungan hukum bagi warga atas hak tanahnya. (*)