PEDOMANRAKYAT, MAROS – Debu merah berterbangan di sepanjang poros Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Truk-truk bertonase besar hilir mudik sejak pagi hingga petang, meninggalkan tumpahan tanah yang menutup sebagian jalan.
Bagi warga sekitar, pemandangan itu bukan hal baru, tapi ancaman yang terus membayangi keselamatan mereka.
“Saya yang selalu siram jalan itu supaya orang tidak tergelincir,” kata Maing (61), warga Dusun Bangun Polea, Desa Pattontongan, Kecamatan Mandai, Minggu, 12 Oktober 2024, via seluler.
Ia mengaku sudah berkali-kali melihat pengendara motor terpeleset akibat jalan licin tertutup tanah galian.
“Sudah ada yang jatuh, ada juga yang luka,” ujarnya.
Beberapa aktivitas tambang galian C di Kabupaten Maros itu, diduga berlangsung tanpa izin resmi.
Operasi dilakukan, menurut Maing, terbuka namun tanpa tanda-tanda koordinasi dengan pemerintah setempat.
Kepala Dusun Bangun Polea, Mursalim, membenarkan pihaknya baru mengetahui adanya aktivitas tersebut setelah menerima laporan warga.
“Saya curiga izinnya tidak ada. Tidak ada pemberitahuan atau koordinasi dari pihak mana pun,” katanya.
Ia menyebut dampaknya mulai terasa. Selain jalan rusak dan berdebu, saluran air di sekitar tambang tersumbat lumpur, menyebabkan genangan dan banjir kecil saat hujan deras.
“Lalu, dampak dari debu yang tercecer dari truk tambang itu juga membuat segelintir warga saya terkena penyakit saluran pernafasan, seperti flu, batuk, dan lainnya,” tukasnya.
Dalam sepekan terakhir, dua kecelakaan tercatat, seorang ibu rumah tangga dan anggota TNI terjatuh akibat jalan licin oleh material tambang yang tercecer.
“Bahkan ibu rumah tangga yang tergelincir akibat jalan licin itu, sampai mengalami patah tulang dilengan bagian kirinya,” beber Mursalim dengan nada serius.