“RTRW adalah panduan hukum utama pembangunan daerah. Melanggar tata ruang berarti mengabaikan hukum paling dasar,” tegasnya.
Keputusan menaikkan perkara ke Pidsus mendapat apresiasi dari pegiat antikorupsi. Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Kadir Wokanubun, menyebut langkah ini menjadi momentum awal bagi pimpinan baru Kejati Sulsel.
“Ini ujian pertama bagi Kajati, Wakajati, dan Aspidsus yang baru dilantik. Kami berharap mereka berani menuntaskan kasus ini secara menyeluruh,” kata Kadir.
Ia mendesak Kejati memeriksa seluruh pihak terkait, mulai pejabat pemerintah kabupaten dan provinsi hingga pihak perusahaan.
“Kalau ditemukan pelanggaran hukum, baik administratif maupun substansial, maka wajib ditingkatkan ke tahap penyidikan. Jangan berhenti di tengah jalan,” tegasnya.
Sebelumnya, kata Kadir lagi, Komisi D DPRD Sulsel merekomendasikan pengurangan luas izin tambang dari 24,9 hektare menjadi 5 hektare serta penghentian operasi hingga seluruh persyaratan hukum dan lingkungan dipenuhi. Namun, rekomendasi itu disebut tak banyak diindahkan.
Dengan pelimpahan ke Pidsus, publik kini menunggu langkah konkret Kejati Sulsel. “Kalau Kajati baru berani menuntaskan perkara ini, masyarakat akan percaya hukum masih bekerja. Tapi jika tidak, ini akan mencoreng wajah penegakan hukum di Sulsel,” tutup Kadir. (Hdr)

