Laporan : Rachim Kallo (Bagian Kedua)
PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR.
Bagian pertama sudah di wartakan kemarin, bagaimana Senator Ajiep Padindang merasa terganggun dengan judul “Nyanyian Sunyi” Karya Yudhistira Sukatanya. Dimana sang pengarang Kak Yudhi – begitu sapaan akrabnya menjawab terinspirasi dari karya Pramoedya Ananta Toer “Nyanyi Sunyi Seorang Bisu”, utamanya dalam desksripsi. Meski kata Moch. Hasymi Ibrahim dari perbincangannya dengan salah satu sahabat Pramoedya Ananta Toer, Nyanyi Sunyi itu hanya teman-temannya yang memberi judul, bukan dia sebagai penulis buku.
Anil Hukmah sebagai pembicara kedua di Dialog Ramadhan dan Buka Bersama “Membedah Karya Sastra Yudhistira Sukatanya” akan memberikan tanggapan beberapa dari Bukunya Yudhistira Sukatanya – Nyanyian Sunyi.
Sebelum itu, Dr. H. Ajiep Padindang SE, MM selaku moderator dan fasilitator mengumpulkan budayawan, seniman, akademisi dalam dialog ramadhan diselenggarakan Balai Senator Ajiep Padindang bersama Lembaga Pengembangan Kesenian dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (LAPAKKSS). Rabu (27/04/2022) di Lt. 2 Red Corner Makassar.
Dalam cerita pendek Bung Yudhi disini, kata Ajiep Padindang adalah mengekspresikan puisi seperti halaman 87, Judul Puisi Yang Terindah. Di dalamnya ada 3 puisi, semuanya dimulai dengan kalimat, Ya Tuhan, Engkau pasti Maha tahu (88), – Ya Tuhan malu rasanya lidahku menyebut namaMu (90), Ya Tuhan… Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi (93).
Usai menarasikan penggalan-penggalan puisi yang termaktub dalam Puisi Yang Terindah, Pembina Lapakkss Ajiep Padindang mempersilakan Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Anil Hukmah, S.Sos., M.I.Kom – Universitas Islam Makassar (UIM).