Catatan M. Dahlan Abubakar (Tokoh Pers versi Dewan Pers)
HASIL pertandingan tim nasional U-17 Indonesia vs Malaysia Ahad (09/10/2022) mungkin masih menyisakan ‘keheranan’ di kalangan penggemar sepakbola Indonesia. Kekalahan yang menyakitkan ini bagaikan menimpali duka cita publik sepak bola tanah air atas tragedi Kanjuruhan Malang, 1 Oktober 2022 malam yang mengakibatkan 132 penonton meregang nyawa (data 11 Oktober 2022).
Keheranan kita mungkin muncul karena membandingkan hasil pertandingan Indonesia vs Guam yang berakhir 14-0 sementara Guam mampu menahan Malaysia seri 1-1. Di benak kita berdasarkan pertandingan itu, di atas kertas Indonesia diperkirakan dapat mengatasi Malaysia.
Dalam kasus keperkasaan Timnas U-17 Malaysia yang membungkam Indonesia 4-0 pada 45 menit pertama (kedudukan 5-1 pada akhir pertandingan), saya mencoba mengajak pembaca meminjam praktik interpretasi dalam kajian analisis wacana.
‘Realitas’ hasil pertandingan antara Malaysia vs Guam (5 Oktober 2022) yang berakhir 1-1 dijadikan sebagai bahan analisis dan interpretasi. Bagi Indonesia, hasil ini jelas akan dijadikan analogi, membandingkannya dengan hasil pertandingan Indonesia vs Guam yang 14-0.
Jika kita menarik simpulan dari hasil pertandingan tersebut, tentu saja Indonesia akan mampu mengalahkan Malaysia, setidak-tidaknya bermain imbang.
Hasil luar biasa yang dicapai Indonesia melawan Guam dan hasil seri Malaysia melawan tim negara Samudra Pasifik itu secara psikologis memengaruhi prediksi pemain Indonesia terhadap hasil melawan Malaysia kelak.
Bahkan, boleh jadi ada kesan pemain Indonesia menganggap Malaysia masih di bawah level. Padahal, taktik Malaysia bermain imbang dengan Guam merupakan – boleh dikatakan – sebagai kamuflase belaka.
Tetapi ada yang luput dari analisis kita terhadap ‘realitas’ hasil pertandingan tersebut, yakni bagaimana pelatih Malaysia Osmoro Omaro memanfaatkannya sebagai taktik dan trik untuk melaksanakan ‘politik sepak bola’. Yang dimaksudkan ‘politik sepak bola’ adalah dari hasil pertandingan Malaysia vs Guam 1-1 dijadikan sebuah trik untuk memberi gambaran bahwa Malaysia tidak begitu tangguh dan kewalahan melawan Guam. Sebab Malaysia baru mampu mencetak gol pada menit ke-73, kemudian dibalas oleh Guam pada menit ke-84.
Bisa saja ini hasil “kesepakatan” tersembunyi antara Malaysia dan Guam untuk menggagalkan Indonesia ke final. Guam bisa saja menerima “ajakan” Malaysia, karena tercederai oleh 14 gol yang terjaring di jalanya. Kemungkinan lain daripada itu bisa saja terjadi. Siapa yang tahu. Tokh Guam tidak memiliki harapan untuk melaju ke final Piala Asia, mending diberikan saja kepada Malaysia dengan cara yang cantik.
Trik pelatih Malaysia ini terlihat ketika pada pertandingan melawan Guam, anak asuhannya mem-bangkucadangan-kan dua mesin gol mereka ketika mengalahkan Palestina 4-0, yakni Anhasmirza dan Arami Rafly. Malah ketika melawan Guam, Malaysia bermain ultradefensif (bertahanan luar biasa).
Suatu pemandangan yang hilang ketika pasukan Harimau Malaya ini menggempur timnas U-17 Indonesia pada Ahad (09/10/2022) itu. Bahkan mereka pada 45 menit setengah main sudah mampu menggetarkan jala Andrika Fathir empat kali.