PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia RI, Natalius Pigai, menilai Film Pangku berhasil menampilkan wajah nyata kehidupan perempuan marjinal kelas bawah yang kerap terjebak dalam eksploitasi, kemiskinan, dan diskriminasi. Hal itu disampaikan Pigai saat menghadiri bedah film tersebut di Djakarta XXI, Kamis (04/12/2025).
Pigai menuturkan, Pangku merefleksikan situasi masyarakat yang hidup dalam tekanan ekonomi, ketimpangan relasi kuasa, serta keterbatasan akses akibat struktur sosial yang tidak berpihak.
“Ini salah satu film yang menggambarkan kehidupan nyata masyarakat. Masyarakat kelas bawah itu ditimbulkan oleh apa yang namanya kemiskinan struktural dan non-struktural, termasuk faktor geografis. Penduduknya banyak, tetapi tidak memungkinkan untuk dibangun secara alamiah,” ujarnya.
Dalam pandangan Pigai, film itu turut memperlihatkan bagaimana perempuan terlibat dalam aktivitas transaksi yang beririsan dengan praktik perdagangan orang. Salah satu contohnya tampak pada tokoh Sartika, diperankan Claresta Taufan yang dipaksa bekerja sebagai pelayan di warung kopi milik Bu Maya (Christine Hakim). Kondisi fisik dan emosional Sartika dieksploitasi demi kebutuhan hidup dirinya dan sang anak.
“Adegan tersebut menunjukkan kurangnya perhatian negara, sehingga ia menjadi miskin, sulit mendapat pekerjaan, dan terjebak dalam situasi kepepet,” tegas Pigai.
Ia menambahkan, selaras dengan peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini, KemenHAM RI berkomitmen hadir menyikapi persoalan yang timbul akibat ketidakadilan sosial, sekaligus memastikan negara mendekatkan perlindungan kepada masyarakat kecil.
Sutradara Pangku, Reza Rahadian, menjelaskan, film ini lahir dari kisah nyata seorang ibu yang berjuang mempertahankan hidup tanpa banyak pilihan.

