Warung Makan Ina Sei, Viral di Bima : Pernah Ambruk, Midun Terserang Sakit Aneh (Bagian 5)

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Akhirnya, anak anjing tersebut dia ambil. Ternyata matanya memiliki kelainan – matanya melintang – dan tabu untuk memelihara anjing dengan kelainan seperti ini. Kata orang, kalau menemukan anjing dengan keanehan seperti ini dianjurkan dibunuh dan dibuang karena membawa mudarat bagi yang memeliharanya.

“Untuk apa anak anjing tersebut ?,” tegur seorang yang sedang mandi di dekat Desa Tadewa, tempat tinggal Midun.

“Saya mau pelihara,” jawab Midun.

“Aiii, bahaya yang kau dapat. Anjing ini biasa dipakai untuk merusak orang. Tidak baik memelihara anjing ini,” kata orang tersebut dan pada saat itu Midun sama sekali tidak tahu menahu pantangan memelihara anjing seperti itu.

Setelah anjing itu besar, saat Midun pergi menunaikan salat subuh, anak anjing itu menyambut manja sambil bersuara. Namun saat kembali, anjing piaraannya tersebut tiba-tiba menjadi bisu. Tidak bersuara sama sekali. Ketika hari sudah terang, Midun melihat di tengah rumah kecilnya itu, anjing tersebut sudah duduk tidak bersemangat terhadap tuannya.

Setelah diperhatikan, ternyata anjing tersebut sudah terpotong dua. Salah satu potongannya disimpan Midun ke bagian utara dan bagian lainnya di posisi yang berbeda. Yang aneh, meskipun tubuh anjing tersebut terpotong dua, namun tidak tampak setitik pun darahnya di bagian tubuh yang terpotong. Ternyata, di dalam perutnya hanya berisi beras. Midun memikirkan, di mana gerangan anjing tersebut memakan beras itu. Dia pun menguburkan potongan tubuh anjing malang tersebut.

Di belakang hari, kata Midun, menurut orang-orang ada orang yang sudah mengasah parang sepanjang hari selama seminggu itulah yang menjadikan anjing yang penuh dengan beras tersebut sebagai “ko(a)du” (semacam makanan/barang bernilai magis/guna-guna). Ketika Midun tidur malam pada pukul 24.00, terjatuh dari dipan, orang di rumahnya menarik lidahnya hingga menjulur keluar. Midun kemudian sadar. Setelah itu, jangankan manusia, hewan, pohon dan tanaman pun selalu dia iba melihatnya. Dia pun mulai jatuh sakit.

Baca juga :  Deklarasi BacaPres Bukan Berarti Partai Oposisi

“Saya sakit setelah belasan tahun menikah dan anak pertama kami sedang merangkak,” tukas Midun dalam wawancara yang kerap terusik oleh deru mesin mobil yang melintas dengan kecepatan tinggi di depan warung nasinya. (Bersambung)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (11) Irwan dan Roda-Roda Kebahagiaan

Suci Aulia Tenri Ajeng Sastra Indonesia FIB/Magang ‘identitas’ Dari kejauhan, dentuman lagu anak-anak menggema di udara pagi Car Free Day...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (10) Gaung Keadilan di Area Bebas Kendaraan Bermotor

Salah seorang relawan saat melakukan parade di CFD Boulevard, Minggu (12/10). (Foto: IDENTITAS/Aqifah Naylah Alifya Safar). Aqifah Naylah Alifya Safar Prodi...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (9) Jejeran Kukusan Hasil Bumi Uapi Jl. Boulevard

Andi Nadya Tenrisulung Prodi Sastra Jepang FIB/Magang ‘identitas’ Kepulan asap dari dandang, ‘menari’ mengepul menggoda sepasang mata untuk mendekat. Dijajalinya...

Mentan Amran Memupus Mimpi Ekonom Pro-Mafia Pangan, Defiyan Cori?

Oleh: M. Yadi Sofyan Noor, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Tulisan RMOL berjudul “Isapan Jempol Swasembada...