Warung Makan Ina Sei, Viral di Bima : Modal dari Bupati Tersimpan Hingga Kini (Bagian 6 – Habis)

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

“Masih disimpan hingga sekarang karena diserahkan langsung oleh tangan Ferry Zulkarnain,” kata Midun yang kini berusia 54 tahun.

Suatu waktu Ina Sei mengajak Midun agar pindah lokasi dari tempat yang lama ke lokasi yang sekarang. Ternyata di belakang hari, Midun baru mengetahui kalau lokasi baru itu istrinya sudah beli. Midun sama sekali tidak tahu. Soalnya, semua uang dipegang oleh Ina Sei. Dia juga tidak pernah bertanya sama sekali tentang ikhwal pembelian tanah tersebut. Ina Sei-lah yang menjadi bendahara usaha ini. Lokasi baru ini dibeli sekitar 7-8 tahun, setelah tahun 2014, saat Ferry Zulkarnain mampir.

Dari hasil bisnis warung makan ini, Ina Sei dan Midun selain mampu menyediakan rumah bagi anak-anaknya, juga memiliki tiga unit mobil. Satu unit Innova yang sudah dijual dan sebuah Honda CRV yang masih setia dan digunakan Ina Sei dan keluarganya. Sebuah kendaraan lainnya, pick up, yang digunakan untuk operasional mengangkut ikan yang jadi bisnisnya.

Usai wawancara, penulis mendaulat pasangan Saodah-Gumri dijepret menggunakan gawai dan kamera Canon yang selalu menyertai perjalanan jurnalistik penulis. Kedua pasangan ini memilih duduk di atas sebuah vespa tua yang tampaknya tidak berfungsi lagi. Di latar belakang tampak baliho “dr.Ina Sei, Sp.PL (Spesialis Penyakit Lapar), Buka Setiap Hari, Kecuali Hari Kiamat LIBUR”.

Matahari dalam beberapa puluh menit lagi akan tiba di “peraduan”-nya, saat pukul 17.17 Wita, dua kendaraan yang mengitari lintasan jalan Bima Timur, Kanca-Karumbu-Sape-Wera-Kota Bima-Kanca dengan jarak tempuh total 258 km mulai bergerak. Dalam catatan penulis, jarak Kanca-Ina Sei 147 km, saat kami tiba pukul 15.49 Wita, setelah meninggalkan Kanca, tanah kelahiran penulis pada pukul 09.20 Wita.

Baca juga :  Genjot Ekonomi Rakyat, Dorong Pertumbuhan Industri

Ini sebuah perjalanan biasa bagi orang lain, petualangan jurnalistik bagi penulis yang sudah lama merindukan merambah rute mengesankan ini.

Penulis juga bersyukur dari saung Ina Sei di Pantai Mantau Nanga Wera di pesisir utara Kabupaten Bima dapat mewawancarainya dan disiarkan langsung melalui sambungan telepon via gelombang Radio Republik Indonesia (RRI) Makassar. Penulis selalu melakukan siaran langsung seperti ini karena pernah menjadi “penyiar” setiap malam Minggu di RRI Makassar selama bertahun-tahun antara 1983-2000. Kini, menjadi kontributor tetap Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tersebut. Boleh jadi, ini pertama kali Ina Sei diwawancarai langsung melalui telepon dan disiarkan melalui Lembaga Penyiaran Publik tersebut. (*)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (11) Irwan dan Roda-Roda Kebahagiaan

Suci Aulia Tenri Ajeng Sastra Indonesia FIB/Magang ‘identitas’ Dari kejauhan, dentuman lagu anak-anak menggema di udara pagi Car Free Day...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (10) Gaung Keadilan di Area Bebas Kendaraan Bermotor

Salah seorang relawan saat melakukan parade di CFD Boulevard, Minggu (12/10). (Foto: IDENTITAS/Aqifah Naylah Alifya Safar). Aqifah Naylah Alifya Safar Prodi...

Denyut Kehidupan di Car Free Day: (9) Jejeran Kukusan Hasil Bumi Uapi Jl. Boulevard

Andi Nadya Tenrisulung Prodi Sastra Jepang FIB/Magang ‘identitas’ Kepulan asap dari dandang, ‘menari’ mengepul menggoda sepasang mata untuk mendekat. Dijajalinya...

Mentan Amran Memupus Mimpi Ekonom Pro-Mafia Pangan, Defiyan Cori?

Oleh: M. Yadi Sofyan Noor, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Tulisan RMOL berjudul “Isapan Jempol Swasembada...