Catatan Andi Pasamangi Wawo
SEPERTI biasa, usai salat subuh saya ke lapangan depan rumah. Pejalan kaki ramai jogging. Saya pun ikut olahraga ringan. Kali ini, hanya beberapa gerakan, saya keluar jalan raya menyusuri depan kantor Polisi Kecamatan Manggala, Makassar.
Ke arah kanan. Di pertigaan Jl AMD, pandangan saya tertuju pada kerumunan orang dekat pangkalan ojek menuju Kampung Nipanipa, tepatnya di penjual nasi kuning lauk paru daging dan ‘toppalada’ yang ratusan langganannya, antri tiap pagi. Saya juga termasuk penggemar beratnya.
Mendaftar, saya dapat antrian nomor 29, padahal baru pukul 06.00 pagi. Luar biasa rejeki sepasang suami istri asal Jawa ini, sementara beberapa penjual tetangganya, sepi walau jualannya sama.
Pelanggannya, ada yang menanti di atas motor, jongkok dan berdiri di tepi jalan. Nomor hingga 100 ini, kadang berulang digunakan lagi tiap hari hingga maksimal pukul 09.00 pagi, sudah ludes
Menghilangkan rasa jenuh menunggu, saya balik arah ke ‘Pasar Jongkok’ melihat suasana yang sering memacetkan arus lalulintas. Alhamdulillah, ternyata Minggu pagi ini agak lengang, lancar dan aman terkendali.
Teringat beberapa tahun lampau, saya prakarsai adanya pasar rakyat, sekalipun ada lokasi pasar milik Pemkot di area Perumnas Antang disiapkan, namun para penduduk ‘tetangga’ Perumnas dari Kampung Macinna, Kabupaten Gowa dan Moncongloe, Kabupaten Maros yang menjajakan hasil pertanian dan perkebunannya lebih memilih memasarkan di jalan raya antara Blok 3 dan Blok 5, dekat mbak penjual nasi kuning ini.