Dengan mimik wajah kaget sang raja berkata, “Apa maksud anda?”
“Sang pangeran sedang jatuh cinta dengan salah seorang gadis desa sebelah utara negeri ini,” ujar Abu Nawas sambil menjelaskan bahwa, ketika nama sebuah desa bagian utara disebutkan, tiba-tiba denyut jantungnya bertambah kencang, namun sang pangeran tidak berani mengutarakan niatnya kepada sang raja.
Lalu raja meminta solusi kepada Abu Nawas agar penyakit sang pangeran dapat disembuhkan. Abu Nawas menyarankan agar sang raja, mengawinkan putera mahkota dengan salah seorang gadis yang berasal dari sebelah utara negerinya.
Awalnya, sang raja ragu dan kurang yakin dengan solusi yang disampaikan oleh Abu Nawas. Namun Abu Nawas meyakinkan sang raja, bahwasanya cinta itu buta, dan jika raja tidak berupaya mengobati kebutaannya, maka sang pangeran akan mati.
Walau kurang yakin dengan apa yang disampaikan oleh Abu Nawas, akhirnya sang raja menikahkan putera mahkota dengan salah seorang gadis dari desa sebelah utara kerajaan.
Setelah pernikahan dilaksanakan, secara perlahan kondisi sang pangeran makin membaik, yang pada akhirnya sembuh dari penyakit yang di deritanya.
Cinta itu buta dan terkadang seseorang yang mencintai sesuatu secara berlebihan, maka ia akan berupaya melakukan segala cara untuk meraih cinta yang dicintainya. Hanya saja, terkadang yang dicintai melakukan kesalahan, namun dianggap sebagai kebenaran.
Konon, orang dulu berkata, “Cinta itu buta, kotoran kucing pun rasa coklat.”
Betulkah? Silahkan senyam-senyum sendiri sembari merenungi diri sendiri akan cinta yang sedang melanda diri kita. Allah A’lam. ***
Makassar, 29 Agustus 2022