Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Mahaguru dan mahaterpelajar (Allahummagfir Lahu) Harun Nasution pernah mengemukakan, “Kaum sufi melihat bahwa penajaman daya pikir atau akal saja belum menjadi jaminan bagi budi pekerti luhur. Manusia yang akalnya cerdas bisa saja mempergunakan akal dan ilmu yang dihasilkannya untuk kejahatan. Oleh karena itu, mereka memusatkan perhatiannya pada penajaman daya rasa yang terpusat pada kalbu.”
Jalan untuk itu adalah menyucikan kalbu dengan banyak memusatkan perhatian melalui ibadah, terutama salat, puasa, dan banyak membaca Alquran. Mereka menjauhkan diri dari segala macam perbuatan dosa dan segala perbuatan yang tidak baik dan tidak terpuji.
Latihan yang mereka jalankan dengan telaten, yang akhirnya mampu membuat kalbu mereka menjadi suci, yang kesuciannya tercermin dalam budi pekerti yang luhur. Mereka menjadi manusia yang suci dan daya tangkap mereka yang suci menjadi tajam sehingga dapat menangkap cahaya yang dipancarkan oleh Allah SWT.
Maka dalam ajaran Islam, jiwa yang dapat membuat manusia bersikap adil dan lurus bukanlah manusia yang hanya akalnya tajam tetapi juga yang kalbunya suci. Kalbu yang sucilah yang menjadi petunjuk ke jalan yang lurus bagi akalnya yang tajam.
Memaknai keadilan di sini dengan adanya upaya dan kerja keras agar terwujud keseimbangan antara perkembangan daya-daya ruhani, akal dan kalbu. Inilah manusia yang seimbang dan dari jiwanyalah timbul perbuatan-perbuatan adil terhadap sesama manusia dan alam sekitarnya. Allah A'lam. ***
Makassar, 12 September 2022