PEDOMANRAKYAT, BALI – Akselerasi pengembangan Pariwisata khususnya di Provinsi Bali telah mengalami kesenjangan sebagai akibat ketimpangan perizinan dari Pemerintah Pusat terhadap seluruh daerah provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Tak terkecuali dengan Bali sebagai daerah destinasi wisata terbesar di Indonesia.
Penilaian ini mengemuka saat Fokus Group Discussion (FGD) yang diprakarsai oleh Tim Riset Kolaborasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Perguruan Tinggi Institut Teknologi dan Bisnis Nobel Makassar (ITB Nobel Makassar) dan Politeknik Sahid Jakarta serta stakeholder Pariwisata yang berlangsung di eks Balai Arkeologi di Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu 30 Nopember 2022 siang tadi.
Kepala Bidang Industri Pariwisata pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Badung, Ngakan Tri kepada media ini melaporkan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Badung saat ini mengalami kesulitan dalam melakukan akselerasi perekonomian yang berbasis pariwisata dengan munculnya ketimpangan izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan izin yang dikeluarkan oleh Pemda dan organisasi adat.
“Terus terang kami dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengakui bahwa saat ini mengalami kesulitan dalam melakukan pengembangan ekonomi pariwisata akibat adanya sistem perizinan yang tidak sesuai dengan kondisi daerah,” papar Ngakan Tri via pesan pendek melalui aplikasi WhatsAppnya kepada media ini dari Bali.
Ia menambahkan, terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Omnibuslaw yang diikuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Online Single Submission (OSS) atau sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik dan mengharuskan setiap pelaku usaha untuk melaluinya.
Artinya, kata Ngakan Tri, dengan peraturan yang njelimet serta bertingkat maka Pemda termasuk Provinsi Bali telah mengalami kesulitan dan bahkan dianggap sangat berbenturan dengan kepentingan masyarakat pada tingkat grassroot. Sambung dia, di Bali dengan adanya model perizinan secara online yang mengatur kewenangan pemerintah daerah sangat dibatasi cuma hanya izin usaha yang bereziko rendah. Sedangkan untuk izin usaha menengah dan besar di bidang pariwisata harus ditangani oleh Pemerintah Pusat.
“Kadang membuat kami juga merasa kaget dengan adanya suatu lokasi yang masih kosong tiba-tiba sudah mengantongi izin dari Pemerintah Pusat untuk membangun hotel dan atau sejenisnya tanpa kami mengetahui sebagai pejabat yang lebih tahu mengenai kondisi faktual. Di sisi lain, ada yang semestinya belum bisa diberi izin oleh Pemerintah Daerah tetapi oleh Pemerintah Pusat sudah memberikan izin,” ungkap Ngakan pada FGD siang tadi di Bali.
Jujur kata dia, gegara peraturan ini pihaknya mengalami kesulitan dan bahkan serba salah dalam mengeluarkan izin atau tidak mengeluarkan izin.