Kematian Virendy Masih Misterius, Kuasa Hukum Pertanyakan Konsistensi Propam Polda Sulsel Menangani Pelanggaran Etik Penyidik

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Apa yang dikemukakan Kasat Reskrim tersebut mengundang tanda tanya bagi keluarga almarhum. Pasalnya, aparat kepolisian belum bekerja melakukan penyelidikan tapi sudah mengeluarkan kesimpulan yang terkesan membuat ‘down’ perasaan keluarga. Bahkan menyampaikan jenazah Virendy harus diotopsi dan dijelaskan prosesnya yang membuat Viranda merasa ngeri dan spontan menolak jika tubuh adiknya hendak diperlakukan demikian.

Kasat Reskrim lalu menegaskan lagi, jika keluarga keberatan diotopsi, suruh ayah almarhum membuat surat pernyataan. Namun ayah almarhum yang sedikit paham hukum tidak bersedia membuat surat pernyataan termaksud. Sebab soal pelaksanaan otopsi itu adalah kewenangan penuh penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 133, 134 dan 135 KUHAP. Bahkan apabila ayah almarhum membuat surat pernyataan keberatan dilakukan otopsi, bisa dikenakan Pasal 222 KUHP yang ancaman hukumannya 9 bulan penjara.

Selanjutnya pada tanggal 16 s/d 19 Januari 2023, Kasat Reskrim Polres Maros memberikan keterangan pers di sejumlah media online nasional yang menyatakan bahwa pihak keluarga tidak melaporkan perihal kematian Virendy, tapi hanya melaporkan perihal kelalaian panitia Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII dan pengurus UKM Mapala 09 Fakultas Teknik Unhas.

“Dalam pemberitaan media-media itu, Kasat Reskrim bahkan menyatakan bahwa hasil visum Rumah Sakit Grestelina wajar-wajar saja dan tidak ada unsur kekerasan. Fatalnya, pernyataan kesimpulan hasil visum itu dikemukakan pihak penyidik disaat belum sama sekali melihat apalagi memegang surat hasil visum. Ini kan berarti pembohongan publik dan menciptakan opini-opini yang sesat di masyarakat,” ungkap Yodi.

“Setahu kami, penyidik Satreskrim Polres Maros baru ke Rumah Sakit Grestelina untuk mengambil surat hasil visum pada tanggal 20 Januari 2023. Namun ketika itu niatnya belum terealisasi karena ada biaya administrasi yang harus diselesaikan. Penyidik baru mengambil surat hasil visum tersebut pada tanggal 8 Februari 2023. Jadi ada apa yah, penyidik berkoar-koar di media menyatakan hasil visum tidak ada unsur kekerasan, sementara penyidik belum melihat dan memegang surat hasil visum ?,” paparnya.

Baca juga :  Pasca Demo, Nuraliyah Intimidasi Siswanya, Lidik Pro Minta Pj Gubernur Tindak Tegas

Ketidakprofesionalan berikutnya terlihat saat pelaksanaan otopsi di Pekuburan Pannara Makassar, dimana kembali Kasat Reskrim berulah menghalangi wakil keluarga yakni dr Johanna Wehantouw untuk ikut menyaksikan jalannya otopsi. Padahal Ketua Tim Dokter Forensik dalam briefingnya sudah menegaskan bahwa bisa seorang wakil keluarga ikut menyaksikan jalannya otopsi dengan ketentuan harus berlatar belakang medis, dokter atau perawat.

Juga setelah selesai otopsi, Kasat Reskrim memberikan keterangan pers kepada wartawan dan menyampaikan bahwa hasil otopsi di lokasi kuburan ini akan dibawa ke laboratorium milik Universitas Hasanuddin. Penyampaian itu lalu mendapat protes dari keluarga, kenapa harus dibawa ke laboratorium Unhas ? Kenapa tidak ke laboratorium forensik milik Polri di Rumah Sakit Bhayangkara yang terkenal sangat lengkap peralatannya.

Pihak keluarga menolak dibawa ke laboratorium milik Unhas karena beralasan dalam kasus kematian Virendy terdapat banyak kejanggalan dan rekayasa serta upaya keras pihak Unhas membungkam peristiwa ini guna menjaga nama baik institusi kampus merah tersebut. Protes keluarga akhirnya membuat Kasat Reskrim merubah rencana dengan membawa hasil otopsi lapangan ke sebuah laboratorium kecil di bilangan ruko-ruko Jl G. Bulusaraung. Laboratorium ini katanya bukan milik Unhas, cuma dokter-dokternya adalah alumni Unhas.

Sebulan lebih hasil otopsi telah keluar, namun tidak ada transparansi dari penyidik Satreskrim Polres Maros untuk memperlihatkan atau memberitahukan kepada keluarga tentang keterangan ahli pada hasil otopsi itu. Setiap kali keluarga meminta dan menanyakan apa hasil otopsi, tak pernah mau diberikan.

Suatu ketika, tiba-tiba Kanit Tipidum Satreskrim Polres Maros Ipda Wawan berkomentar di media online nasional, detikcom, dan menerangkan jika sudah keluar hasil otopsi dari laboratorium dan penyebab kematian Virendy adalah disebabkan kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung akibat adanya penyumbatan lemak. Membaca pernyataan ini, ayah almarhum langsung mengkonsultasikan hal itu dengan beberapa kerabatnya yang merupakan dokter ahli senior di Makassar.

Baca juga :  Bupati ASA Ikuti Rakor Program Pemberantasan Korupsi melalui Virtual

Usai melakukan konsultasi, ayah almarhum langsung menghubungi Kanit Tipidum dan menanyakan soal pernyataannya tentang penyebab kematian Virendy. “Jika dokter ahli menerangkan itu penyebab kematian Virendy, nah tolong tanyakan apa penyebab luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya. Saya juga sudah berkonsultasi dengan beberapa dokter ahli senior yang menerangkan bahwa jika kegagalan sirkulasi peredaran darah ke jantung akibat adanya penyumbatan lemak, itu berarti serangan jantung koroner. Nah serangan jantung koroner tidak mungkin dialami oleh anak muda,” urai Yodi mengutip kembali penyampaian ayah almarhum via telepon yang tak bisa dijawab oleh Kanit Tipidum.

Yodi melanjutkan lagi, masih banyak sikap-sikap tidak profesional yang ditunjukkan penyidik Satreskrim Polres Maros, seperti saat mengambil keterangan BAP terhadap James Wehantouw dan Viranda Wehantouw, kemudian mengabaikan upaya penyelidikan terhadap dugaan TKP bukan di Tompobulu Maros melainkan di Malino. Lalu, pelaksanaan gelar perkara penetapan tersangka yang tidak dilaksanakan di Polda Sulsel tetapi dilakukan diam-diam di Polres Maros yang dipimpin Kasat Reskrim.

Juga terkait penetapan tersangka hanya 2 orang (Ketua Panitia Diksar dan Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas) yang tidak sesuai dengan rekomendasi pihak Polda Sulsel hasil gelar perkara pertama di Ditreskrimum Polda Sulsel yang menyebutkan ada sekitar 10 tersangka dengan beberapa tindak pidana berbeda. Kemudian penerapan pasal pidana terhadap 2 tersangka yang ditetapkan, hanya unsur kelalaian (Pasal 359 KUHP), sedangkan unsur kekerasan (Pasal 351 KUHP) dikesampingkan. Parahnya lagi, penyidik tidak melakukan penahanan terhadap kedua tersangka dalam kasus yang telah menyebabkan hilangnya nyawa manusia.

“Sebelum melapor ke Propam Polda Sulsel, sebenarnya pihak keluarga sudah bersurat ke Kapolda Sulsel meminta pelaksanaan gelar perkara khusus dan penarikan penanganan perkara dari Satreskrim Polres Maros ke Ditreskrimum Polda Sulsel, namun surat itu akhirnya lama mendekam di meja Kabag Wasidik dan permohonan keluarga tidak digubris. Karenanya, demi terciptanya keadilan hukum bagi klien kami, mohon permintaan keluarga almarhum dapat dipenuhi,” pungkas Yodi Kristianto. (*)

1
2
TAMPILKAN SEMUA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Jumat Bersih, TNI Turun Bergotong Royong Bersama Warga Citta

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG – Sejumlah personil TNI Pos Koramil 1423 - 04 Kecamatam Citta turun bergotong royong bersama warga...

Personil TNI – Polri Amankan Ibadah Jumat Agung di Soppeng

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG - Puluhan personil Polres Soppeng bersama Kodim 1423 dikerahkan untuk pengamanan pelaksanaan ibadah Jumat Agung dan...

Melihat Sebuah Bentor Bersama Pengendaranya Terperosok ke Saluran Air, Anggota Polwan Polres Gowa Tunjukkan Aksi Heroik Berikan Bantuan

PEDOMANRAKYAT, GOWA - Dalam rangka melaksanakan program Patroli Polwan Menyapa, salah satu program unggulan Kapolres Gowa AKBP Muhammad...

Cegah Perjudian, Tim Gabungan TNI-Polri Gowa Bongkar Lokasi yang Diduga Arena Sabung Ayam di Desa Nirannuang

PEDOMANRAKYAT, GOWA - Tim gabungan TNI-Polri Kabupaten Gowa melaksanakan kegiatan pengecekan lokasi yang diduga sebagai arena sabung ayam...