PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Sisa sekitar 10 hari lagi genap setahun kepergian Virendy Marjefy Wehantouw, namun hingga kini teka-teki penyebab kematian mahasiswa Fakultas Teknik (FT) Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin (Unhas) itu terbilang masih misterius dan terkesan ditutup-tutupi serta penuh rekayasa yang diduga melibatkan pihak institusi kampus merah dan oknum-oknum aparat penegak hukum di Polres Maros hingga Polda Sulsel.
Pendapat itu dikemukakan pengacara Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum keluarga almarhum Virendy, Rabu (03/01/2024) ketika menjawab pertanyaan sejumlah awak media terkait perkembangan penanganan kasus meninggalnya putra seorang wartawan senior ini pada 13 Januari 2023 saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) 09 FT Unhas.
Menurut Direktur Kantor Advokat & Konsultan Hukum YK&Partner ini, kasus tewasnya Virendy yang pernah viral di berbagai media nasional dan lokal serta menjadi atensi publik di tanah air yang terus mengikuti perkembangan perkara tersebut, terakhir ditangani pihak Propam Polda Sulsel terkait dugaan pelanggaran etik penyidik Satreskrim Polres Maros yang dilaporkan James Wehantouw, ayah kandung almarhum pada awal Agustus 2023.
Pengaduan tertulis yang dilayangkan ayah almarhum Virendy ke Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Zulham Effendy, SIK, MH terkait profesionalitas penyidik Satreskrim Polres Maros dalam menangani kasus kematian mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin ini, akhir Agustus lalu mendapat tanggapan resmi dari pihak Subbidpaminal Bidpropam Polda Sulsel.
Dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pemeriksaan Propam (SP2HP 2-3) bernomor B/Pam-365/VIII/2023/Bidpropam tanggal 25 Agustus 2023 yang ditandangani Kasubbid Paminal AKBP Nur Prasetyantoro Wira Utomo, SIK, MH, disebutkan salah satu rujukannya adalah Surat Perintah Kapolda Sulsel No : Sprint/1340/VIII/HUK.12/2023 tanggal 22 Agustus 2023.
Atas dasar pengaduan ayah almarhum dan rujukan Kapolda Sulsel tersebut, aparat Subbidpaminal Bidpropam Polda Sulsel telah melakukan pemeriksaan awal terhadap sejumlah penyidik Satreskrim Polres Maros diantaranya adalah 2 (dua) perwira pertama yakni Inspektur Satu (Iptu) Pol Slamet (Kasat Reskrim Polres Maros) dan Inspektur Dua (Ipda) Pol Wawan (Kanit Tipidum Satreskrim Polres Maros).
Yodi Kristianto, SH, MH selaku kuasa hukum yang selalu ikut mendampingi keluarga almarhum ke Subbidpaminal Bidpropam Polda Sulsel, mengakui jika belakangan kliennya telah mendapat surat pemberitahuan dari Kasubbidpaminal Bidpropam Polda Sulsel bernomor B/Pam-512/XI/2023/Bidpropam tanggal 6 November 2023 terkait dugaan ketidakprofesionalan yang dilakukan penyidik Satreskrim Polres Maros.
Dalam pemberitahuan Subbidpaminal Bidpropam Polda Sulsel kepada pihak keluarga dinyatakan belum ditemukan indikasi terjadinya dugaan Pelanggaran Disiplin Anggota Polri dan atau Kode Etik Profesi Polri yang dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu Satreskrim Polres Maros dalam menangani Laporan Polisi Nomor : LP/18/I/2023/SPKT/Res Maros tanggal 15 Januari 2023 perihal kematian Almarhum Virendy.
Atas dasar pernyataan tersebut, Advokat yang berkantor di Jl. Telkom 1 No 63 Telkomas ini mempertanyakan konsistensi aparat Propam Polda Sulsel dalam menangani perkara pelanggaran etik penyidik terhadap kasus kematian Virendy. Seharusnya pihak Propam Polda Sulsel objektif dalam pemeriksaan terhadap penyidik mengingat bukti-bukti yang secara terang-terangan telah menunjukkan sikap tidak profesional.
Bukti-bukti itu diantaranya, Kasatreskrim Polres Maros Iptu Slamet menyatakan kepada publik secara luas di media-media nasional bahwa tidak ditemukan tindak kekerasan pada korban mendahului hasil visum. Kemudian, tindakan penekanan secara psikologis kepada keluarga korban hingga meminta keluarga korban untuk tidak melakukan otopsi. Mengabaikan bukti-bukti yang diajukan pihak keluarga dan juga pengacara yang sejatinya bisa membantu penyelesaian kasus ini, hingga tindakan-tindakan yang tidak profesional terhadap pihak keluarga korban ketika dilakukan otopsi jenazah di lokasi pemakaman.
Yodi menguraikan lagi, ketika peristiwa kematian Virendy ini dilaporkan via telepon pada Sabtu (14/01/2023) pagi, seharusnya aparat penegak hukum Polres Maros dengan sigap langsung bertindak mendatangi dimana korban berada, apakah masih di TKP, rumah sakit ataupun sudah di rumah duka untuk memeriksa kondisi jenazah, mengamankan barang bukti, mengambil keterangan hingga melakukan visum ataupun otopsi.
Karena sampai Minggu (15/01/2023) siang tak ada petugas Polres Maros yang datang ke rumah duka, akhirnya pihak keluarga yang diwakili Viranda Wehantouw ditemani kakak iparnya, Ryan Mongan mendatangi Mapolres Maros dan membuat laporan kepolisian di Ruangan SPKT dan menunjukkan bukti foto-foto kondisi jenazah almarhum yang terdapat luka-luka, lebam dan memar di beberapa bagian tubuhnya yang diduga kuat akibat tindak kekerasan.
Selesai melapor di Ruangan SPKT dan sejumlah petugas yang melihat bukti foto-foto tampak merasa yakin adanya unsur kekerasan, selanjutnya Viranda dan Ryan disuruh naik ke lantai 2 di ruangan penyidik Satreskrim Polres Maros. Saat itulah Kasat Reskrim menyampaikan bahwa pihak keluarga harus siap dengan lapang dada menerima apapun hasil penyelidikan nanti.