Prof.Dr.Faisal Abdullah, S.H.,M.H., DFM Luncurkan Buku Rekam Digital Bisa Membuat Orang Kehilangan Kepercayaan

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Pengantar:

Bertepatan dengan pelaksanaan Sidang Pleno DPR RI yang membahas hak angket, Selasa (5/3/2024) di Senayan Jakarta, di Laboratorium Dr.Arifin Tumpa Fakultas Hukum Unhas Tamalanrea, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas Prof.Dr.Faisal Abdullah, S.H.,M.Si..,DFM meluncurkan bukunya berjudul “Hak Angket dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Dipandu Devi Tryana , acara bedah buku setebal 232 halaman itu menampilkan pembicara Dosen FH Unhas Hartono Tasir Irwanto, S.H., M.H., Pengamat Politik & Dosen FISIP Unhas, Endang Sari, S.IP, M.Si., Dosen FISIP Unhas Dr.Adi Suryadfi Culla, M.Si. dan Guru Besar FISIP Unhas & mantan Ketua Bawaslu Pusat Prof. Dr. Muhammad, M.SI. Keduanya berbicara melalui fasilitas zoom (daring) dan pembicara tamu, yakni Abd.Madjid Sallatu, dan M.Dahlan Abubakar yang juga membuat catatan berseri mulai hari ini. (Redaksi).

Buku yang diterbitkan Litera Yogyakarta ini melibatkan tim, selain penulis, juga Fajlurrahman Jurdi, Muslim Haq M., Taufik Hidayat, dan Adinda Nurul Aulia Maskun dan dilaksanakan oleh Pusat Kajian (Pusaka) Hukum Tata Negara FH Unhas.
Menurut penulis buku, tulisan yang ada di dalam karyanya ini ada yang sudah lama dan ada juga yang baru yang kemudian menjadi buku yang bertutur tentang hak angket. Tulisan di buku ini selesai September 2023. Menurut Faisal Abdullah, ketika menyusun buku ini yang terpikir di benaknya adalah kewajiban sebagai seorang guru besar yang harus ditunaikan tiga tahun sekali.

“Sebenarnya, peluncuran buku ini tidak ada hubungannya dengan yang terjadi di Jakarta (Sidang Pleno DPR tentang Hak Angket) mengenai hak angket yang sedang bergulir. Saya juga tidak tahu kalau pada hari ini (5 Maret 2024) adalah pleno mereka (DPR). Mungkin hanya sebuah kebetulan yang menjadi rakhmat dan hikmah bagi kita semua,” ujar Faisal Abdullah.

Baca juga :  Perkuat Kemitraan, Pendam XIV/Hasanuddin Gelar Ngopi Bareng Awak Media

Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH Unhas Dr.Niswar, S.H.,M.H. membuka acara bedah buku yang berlangsung dua jam yang padat ini dengan mengatakan, buku ini diharapkan menjadi pemantik animo menulis yang berbobot bagi dosen dan mahasiswa.

“Kesempurnaan seorang dosen akan bergantung pada hasil karya tulisnya. Ilmu ibarat binatang berburu dan menulis adalah tali yang mengikat binatang buruan. Ikatlah limu dengan tulisan,” ujar Niswar mengutip kalimat bijak ahli nsambil berharap pembedahan buku ini akan memantik para dosen dan mahasiswa dapat menghasilkan tulisan yang bermutu.

Kehilangan kepercayaan

Hak Angket sebagaimana diamanatkan pasal 22 UUD 1945 merupakan salah satu hak (selain Hak Menyatakan Pendapat dan Hak Interpelasi) konstitusional DPR untuk melaksanakan penyelidikan terhadap kebijakan eksekutif yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kebetulan juga masalah hak angket ini lagi panas.

Faisal Abdullah mengatakan, yang membingungkan kita adalah kalau pendapat yang dulu, berbeda dengan pendapat yang sekarang. Dia mengambil contoh salah seorang pakar hukum tata negara yang mengatakan bahwa hak angket dilakukan oleh DPR (yang lalu) dia menyatakan boleh kepada presiden sebagai penguasa tetapi dilakukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun sekarang, pakar itu juga mengatakan bahwa orang yang mengajukan hak angket malah dikatakan sia-sia, karena itu tidak bisa. Terdapat dua pendapat yang kontroversial yang dikemukakan oleh pakar yang sama.

“Itulah bahayanya sekarang jejak digital membuat kita menjadi kehilangan kepercayaan titel kita sebagai akademisi. Sebagai seorang akademisi harus mempertahankan dan mengingat jangan sampai menjadi lupa terhadap apa yang pernah kita lakukan dan ucapkan serta perilaku-perilaku akademik yang pernah dilakukan. Kita harus konsisten. Kalau tidak konsisten, kita akan dilindas oleh zaman,” papar Faisal Abdullah saat menjelaskan isi bukunya.

Baca juga :  Jalan Rusak Seperti Kubangan, Anak Sekolah Tersiksa, Pemerintah Kemana ?

Hak angket harus ada kepastian hukum. Harus ada ketentuan yang membatasi munculnya opini-opini yang berkembang dan tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh DPR. Di dalam hukum kita mengenal adanya dua model eksekutif dalam arti sempit, yakni presiden dan bawahannya dan eksekutif dalam arti luas, yakni lembaga-lembaga nondepartemen/ kementerian yang mengelola dan melaksanakan tugas-tugas eksekutif.

Faisal mencontohkan, KPK, tidak bisa dimakzulkan, tetapi ketika dia dikenakan hak angket, orang mengatakan boleh dan banyak juga yang mengatakan tidak boleh karena dia bukan eksekutif. Bukan lembaga-lembaga negara yang disebut lembaga eksekutif yang disebut dalam undang-undang (UU), tetapi karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) 2017, maka memperluas istilah lembaga-lembaga nonkementerian yang boleh dimasukkan dalam hak angket karena dia pelaksana undang-undang.

Sejarah hukum, kata Faisal Abdullah, putusan-putusan MK itu, menjadi undang-undang dan harus diikuti semua perkembangannya oleh seluruh dosen Fakultas Hukum.

“Kita mengajarkan A, ternyata bukan itu karena ada putusan MK yang membatalkannya, yang selalu kedua-duanya dianggap remeh oleh para akademisi. Padahal, MK menjadi salah satu pilar dalam keberlakuan suatu undang-undang,” ujar mantan salah seorang Deputi di Kemenpora RI tersebut.

Oleh sebut itu, Keputusan MK yang menolak gugatan dari penggugat yang ingin menggagalkan hak angket waktu itu tidak diiyakan oleh kita dan MK menganggap bahwa boleh saja, maka dengan itu semua lembaga negara yang dibentuk oleh UU boleh menjadi objek hak angket. Tetapi bagaimana pun, Presiden sebagai penanggung jawab utama pelaksanaan pemerintahan, menjadi ujung hak angket itu. Hak angket ujungnya hanya dua, rekomendasi dan meminta pengadilan, juga meminta pelaksana hak angket meminta kepada peradilan untuk melakukan penyelidikan lanjutan terhadap satu tindakan pemerintah yang melampaui wewenangnya atau melakukan tindakan pidana yang putusannya dianggap oleh hak angket telah melakukan tindakan pidana yang disangkakan kepada Presiden atau kepada pihak yang terkait dengan pelaksanaan pemerintahan.

Baca juga :  Bersama Kemenag, Pemkab Sinjai Bahas Program 'Sulsel Bersinar dan Gencarkan'

Faisal mengatakan, hak angket ini penting karena bisa terjadi kapan saja. Hak angket selain dilaksanakan karena adanya kejadian-kejadian luar biasa, misalnya saat ini banyak terjadi penghitungan suara oleh sirekap yang dianggap tidak benar. Ada juga rumor yang menyebutkan bahwa sebelum pencoblosan sudah diketahui pemenangnya.

“Ini mirip dengan Orde Baru dulu. Dulu ketika Soeharto berkuasa, pemenangnya sudah diketahui sebulan sebelum pemilu berlangsung sudah diketahui presidennya,” kata Faisal. (Bersambung).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Dibalik kepulangan Jamaah Haji Soppeng :Hj Anisah Menangis Haru Memeluk “Posi Bola” Rumahnya yang Terbakar 

PEDOMANRAKYAT,SOPPENG - Suasana dingin dan sesekali hujan rintik Ahad malam 15 Juni 2025 sekitar pukul 23,30 seakan menjadi...

PLT Kabid Sarana dan Prasarana Deli Serdang Diduga Langgar Aturan, Tunjuk Koordinator Penyuluh Tak Kompeten

PEDOMANRAKYAT, DELI SERDANG - Praktik dugaan pelanggaran aturan dan UU tentang penyuluh pertanian kembali terkuak di Kabupaten Deli...

Dari Medan Hingga Padangsidimpuan, Rakyat Kecil Menolak Dirut Telkomsel

PEDOMANRAKYAT, MEDAN - Rencana kunjungan Dirut Telkomsel, Dian Siswarini, ke Sumatera Utara dalam rangka agenda internal perusahaan, justru...

Pelantikan PSMTI Kalbar: Membangun Sinergi untuk Kemajuan Masyarakat

PEDOMAN RAKYAT - KALIMANTAN BARAT. Pelantikan Pengurus Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kalimantan Barat (Kalbar) resmi digelar...