Setelah barkarier di BRI, saya boleh disebut kerap bertemu dengan sobat Asmawi Syam. Termasuk ketika menjabat Pemimpin BRI Cabang Somba Opu, saat dia mengubah pemandangan di Pantai Losari dengan bantuan gerobak penjual pisang epek berlabel BRI.
Ketika saya meliput PSM di Surabaya pada tahun 1990-an, kebetulan Asmawi sedang bertugas di Kota Pahlawan tersebut. Mumpung tidak ada kegiatan pagi, hari Ahad pula, saya dengan almarhum Syarif Usman (TVRI), mengontaknya. Mungkin juga lagi tidak ada acara, kami berdua pun dijemput dengan mengemudi sendiri mobilnya. Tujuan kami adalah sebuah lapangan golf. Kami tidak bermain golf di sini, hanya bersantap siang. Setelah itu kami diantar ke hotel tempat menginap.
Setelah itu, pertemuan kami biasanya di Jakarta saat saya belum purnabakti dan ada tugas ke ibu kota. Pernah sekali waktu, tahun 2015, tidak lama setelah terpilih sebagai Direktur Utama Bank BRI, saya mengirim pesan ucapan selamat atas jabatan puncak yang diembannya di bank tempat dia berkarier dari staf itu. Saya kebetulan sedang di Jakarta bersama putra pertama, Haryadi, dan rekan Basuki Hariyanto, penata letak buku-buku yang saya tulis.
“Selamat yang hangat atas jabatan barunya, Dirut Bank BRI,” pesan saya melalui WA dari kediaman sepupu, Prof.Dr.Ahmad Thib Raya, M.A. di Jl. Matraman Dalam Jakarta Pusat, kemudian memberi tahu saya kebetulan sedang di Jakarta.
“Oh..ya. Saya tunggu di kantor setelah salat Jumat,” Pak Asmawi membalas.
Saya pun memberi tahu ‘rombongan kecil’ saya perihal balasan pesan tersebut.
Kami pun meluncur menggunakan taksi ke Menara BRI yang menjulang tinggi di Jl. Sudirman. Tiba di gedung puluhan tingkat itu, kami bertanya kepada Satpam yang berjaga perihal tujuan kami. Dari gesturnya, Satpam sepertinya tidak percaya kalau kami merupakan tamu bosnya. Mungkin melihat penampilan kami yang tidak mengenakan jas atau dasi. Lantaran habis pulang salat Jumat bahkan Heri, putra saya, masih mengenakan baju kaos.