Fia, nama petugas BPJS di balai tersebut ketika dihubungi mengatakan bahwa itu sudah ketentuan. Fia mencoba menghubungi bagian pengaduan di kantor BPJS Cabang Makassar namun sekitar tiga jam petugas yang mengaku baru lima bulan bekerja itu tidak mampu memberi kejelasan pada keluarga pasien.
Karena kesal menunggu tak ada hasil, akhirnya Latifa menghadap langsung ke dokter dan diberi resep untuk pengobatan lanjutan ibunya. “Saya bisa menebus resep obat di apotik tanpa pakai BPJS, hanya saja karena BPJS itu merupakan hak pasien makanya saya berusaha untuk meminta pelayanan BPJS,” jelas Latifa yang siang itu juga mendatangi Kantor Cabang BPJS untuk mengadukan masalahnya.
Ardi, Bagian Pengaduan di Kantor Cabang BPJS yang dihubungi mengatakan, untuk penanganan pasien lanjutan, si pasien memang harus bertemu dengan dokter, tidak boleh hanya dengan memperlihatkan foto pasien. “Akan tetapi, jika dokter yang pernah memeriksanya menyatakan penyakit pasien kronis, maka untuk pengobatan lanjutan dokter boleh membuat literasi obat yang disampaikan ke apotik untuk diproses ke BPJS agar diberikan obat untuk kebutuhan pasien sebulan, dan bulan berikutnya tidak perlu lagi menghadirkan pasien, demikian pula selanjutnya, kata Ardi.
Kasus yang dialami Latifa ini membuktikan bahwa petugas yang ditempatkan BPJS di poliklinik tersebut belum memahami prosedur yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, demikian juga dokter yang bekerja sama BPJS. Akibatnya, terjadi kesalahpahaman yang mengesankan BPJS tidak konsisten dalam melayani masyarakat. Lebih ironis lagi, jika iuran BPJS telat dibayar sudah pasti dikenakan denda, sementara jika masyarakat hendak memanfaatkan haknya selalu berhadapan dengan kerumitan. (*)