Indonesia Gaduh oleh Wacana yang Tak Santun

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Setelah era reformasi, kegaduhan di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh adanya wacana yang tidak santun dan beretika dari sejumlah figur publik. Kasus terbaru, seorang youtuber EM yang berbicara menyinggung perasaan penduduk di Kalimantan yang membuat heboh di seluruh pulau tersebut.

“Oleh sebab itu, kita perlu memikirkan bagaimana berbahasa yang santun dan beretika, sebelum mengungkapkannya,” ujar Dr. H. M. Dahlan Abubakar, M.Hum saat membawakan materi berkaitan dengan komunikasi yang efektif di depan peserta kegiatan “Peningkatan Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) Penyuluh Agama Buddha Non-PNS” yang dilaksanakan Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan di Hotel Ibis Makassar, Sabtu (23/04/2022).

Kegiatan yang bertemakan “Melalui Kegiatan Peningkatan Kompetensi SDM Penyuluh Agama Buddha Non-PNS Kita Ciptakan Penyuluh yang Moderat dan Bertoleransi” diikuti 16 peserta dan berlangsung sehari.

Dalam paparannya yang dipandu Drs. Mustam Arif, mantan Kepala Humas Unhas tersebut itu mengatakan, komunikasi yang efektif menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menjalin hubungan, tidak hanya saat bersama pasangan namun juga dengan rekan kerja, keluarga dan orang lain. Komunikasi menjadi salah satu cara, ketika kita berusaha untuk memberikan respons kepada lawan bicara.

Berkomunikasi, kata Dahlan, adalah menggunakan bahasa, yakni bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dianggap lebih lengkap menyampaikan pesan kepada orang lain dibandingkan bahasa tulis. Hal disebabkan, pemaknaannya akan dilengkapi unsur gestur, mimik, dan intonasi.

Menurut Tokoh Pers versi Dewan Pers tersebut, etika berbahasa berkaitan dengan norma-norma sosial dan sistem budaya yang berlaku dalam masyarakat. Sambil mengutip salah satu buku, dia mengatakan, etika berbahasa akan mengatur apa yang harus dikatakan kepada lawan bicara pada waktu dan keadaan tertentu berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu. Ragam bahasa yang paling wajar pada waktu dan budaya tertentu. Kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita dan menyela atau menginterupsi pembicaraan orang lain. . Kapan kita harus diam, mendengar tuturan orang. Bagaimana kualitas suara kita, keras, pelan, meninggi, dan bagaimana sikap fisik kita dalam berbicara.

Baca juga :  Bantuan BBM Kendaraan Alat Berat, PT PLN Nusantara Power UP Bakaru PEDULI: Dukung Tanggap Bencana Untuk Enrekang

Dahlan mengatakan, karena para penyuluh agama kelak akan lebih banyak menggunakan bahasa lisan, maka aspek kinesik (bahasa tubuh atau komunikasi nonverbal) akan lebih signifikan. Oleh sebab itu berkaitan dengan masalah kinesik itu dia menegaskan, tidak ada artinya jika tidak disertai dengan sikap dan perilaku yang juga santun sesuai dengan norma-norma sosial budaya yang berlaku, seperti: memberikan perhatian penuh ketika lawan tutur berbicara, memberikan senyum yang disertai anggukan kepala ketika memberi salam; menyimak baik-baik tuturan lawan tutur agar kita dapat mengerti dengan baik dan juga sikap penuh perhatian; tidak cepat-cepat dan selalu menyela (menginterupsi) ketika lawan tutur berbicara; tidak meninggalkan tempat (rapat, sidang, diskusi, dan sebagainya) tanpa pemberitahuan kepada moderator atau pimpinan sidang.

“Jangan sampai ada kesan, Anda menyuruh mendengarkan tuturan Anda, tetapi Anda tidak mau mendengarkan tuturan mereka. Jangan tinggalkan tempat rapat atau diskusi setelah Anda menyampaikan pertanyaan, sebab bisa saja pertanyaan Anda dijawab pada saat sedang tidak ada di tempat rapat. Ini sering terjadi, setelah bertanya seseorang keluar ruangan,” kata Dahlan mengambil contoh yang sering terjadi dalam berbagai pertemuan atau seminar.

Berbicara mengenai masalah komunikasi yang efektif, dosen tidak tetap Unhas ini mengatakan, komunikasi berjalan dengan baik apabila pembicara (komunikator) dengan lawan bicara (komunikan) memahami betul pesan apa yang disampaikan.

Komunikasi dapat berlangsung secara verbal yang disampaikan secara tatap muka (face to face) maupun melalui perantara media. Contohnya, berinteraksi dengan menggunakan media sosial atau telepon genggam. Komunikasi verbal melalui tulisan dapat dilakukan dengan menggunakan media seperti surat kabar, postcard, chatting di media sosial dan sebagainya. Komunikasi verbal ini dapat berlangsung secara tertulis dan lisan.

Baca juga :  Rektor UIT Tinjau Kesiapan Lokasi Wisuda di Hotel Claro

Komunikasi verbal menurut penyandang uji kompetensi wartawan (UKW) Wartawan Utama Dewan Pers tahun 2011 ini, memerlukan empat kemampuan, yakni; kemampuan mendengarkan, kemampuan berbicara, kemampuan membaca, dan kemampuan menulis.

“Dari empat kemampuan itu, titik lemah orang Indonesia berada pada kemampuan (tradisi) membaca dan menulis, sehingga tak salah jika “Central Connecticut State University” di Amerika Serikat dalam surveinya yang bertajuk “World’s Most Literarate Nations” (2016), menempatkan Literasi Nasional Indonesia pada posisi ke-60 dari 61 negara. Indonesia hanya unggul dari Botswana di Afrika, Artinya Indonesia kalah dari Timur Leste, Papua Nugini, dan Kamboja, Sebaliknya negara–negara Nordic (bagian utara), yang warganya paling bahagia di dunia seperti Finlandia, Norwegia, Eslandia, Denmark, dan Swedia berada pada peringkat lima besar dunia,” ujarnya mengutip catatan Prof. Dr. Anwar Arifin yang ada di halaman 480 halaman buku otobiografinya berjudul “Lorong Waktu”.

Dari paparan yang totalnya berlangsung selama tiga jam tersebut, jurnalis dan penulis ini mengatakan, dalam berkomunikasi kita harus ingat beberapa hal: tahu kapan, di mana, dengan siapa kita berbicara serta apa hubungan kita dengan orang yang diajak berbicara. Harus tahu kapan harus berbicara, kapan harus diam. Tahu apa yang akan dikatakan. Harus peka tentang bagaimana orang menyampaikan maksudnya, menafsirkan, dan merundingkannya. Peka antara perbedaan makna sosial dan makna referensial (sesuai kamus). Peka terhadap variasi bahasa sesuai dengan tingkat batas-batas sosial.. Harus peka akan perasaan perilaku nonverbal.

“Kita harus sadari, semua bahasa merupakan alat bagi penuturnya untuk menyelesaikan sesuatu (instrumental), mengatur dan mengontrol perilaku orang lain (regulatory), menjaga hubungan (interachtional), menyatakan kepribadian (personal), menciptakan “dunia” dan berangan-angan (imaginative), memberikan informasi (informative), mendapatkan sesuatu (heuristic),“ujarnya mengutip salah satu buku yang dijadikan referensinya.

Baca juga :  Kapolres Pelabuhan Makassar Pimpin TFG Kontijensi Sispamkota Pilkada Serentak 2024

Untuk menciptakan komunikasi yang efektif, seorang komunikator harus mendengarkan lawan bicara dan tidak boleh memperlihatkan diri sebagai sosok yang egois yang fokus pada dirinya sendiri. Kita harus mengizinkan lain berbicara dan menjadi pendengar yang baik. Sikap tersebut sangat dibutuhkan saat sedang berada di lingkungan kerja yang sifatnya formal.

Komunikator juga harus mengajukan pertanyaan. Komunikasi yang efektif juga memerlukan tanggapan dari pihak lain, pernyataan yang telah disampaikan oleh lawan bicara memerlukan tanggapan, bisa dengan mengajukan pertanyaan, jika terdapat pernyataan yang tidak dimengerti atau mengutarakan tanggapan. Dengan mengajukan pertanyaan, kita juga bisa dianggap sebagai pendengar yang baik, karena mendengarkan apa yang lawan bicara coba sampaikan.

Komunikator harus memberikan Informasi dengan jelas. Dalam berkomunikasi juga perlu menyampaikan informasi secara jelas, sehingga tidak menimbulkan salah paham dari pihak lain. Penjelasan informasi dengan jelas dan akurat, tentunya akan membuat lawan bicara memahami apa maksud dari yang ingin disampaikan.

Komunikator juga dapat mengombinasikan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi yang efektif juga membutuhkan komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal di saat bersamaan, agar terciptanya komunikasi efektif. Gerakan nonverbal seperti mengangguk atau tersenyum, bisa menciptakan suasana komunikatif. Ditambah lagi gerakan verbal, yaitu melalui penyampaian informasi atau tanggapan secara jelas Anda berikan kepada lawan bicara.

Tujuan komunikasi efektif, manfaatnya bagi kita dan lawan bicara jelas mengandung tujuan. Yang pasti kita akan merasa bahwa menjalin komunikasi efektif dengan lawan bicara, bisa menciptakan suasana komunikatif.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Gandeng Dinkes. Pegawai dan Mitra PLN ULP Tanete Jalani Cek Kesehatan

PEDOMANRAKYAT, BULUKUMBA -- Dalam rangka memperingati Bulan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Nasional, PT PLN (Persero) Unit Layanan...

Mencuri di Toraja, Pria Asal Jatim Diringkus di Kota Makassar Beserta Barang Bukti

PEDOMANRAKYAT, TORAJA UTARA,' Unit Resmob Polres Toraja Utara Polda Sulsel berhasil mengungkap kasus tindak pidana pencurian dengan pemberatan...

Primkoppol Resor Soppeng Gelar RAT Tahun Buku 2024

PEDOMANRAKYAT,SOPPENG – Primair Koperasi Kepolisian (Primkoppol) Resor Soppeng menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) Tahun Buku 2024 di Aula...

Mengedukasi Siswa, Satlantas Polres Soppeng Goes To School

PEDOMANRAKYAT ,SOPPENG - Dalam upaya mengedukasi Siswa (wi) tentang pengetahuan tertib berlalulintas di jalan raya,Satuan Lalu Lintas (Satlantas)Polres...