Catatan Buku 100 Tahun M. Basir (4) : Mereka Sering “Baku Bombe”

Bagikan:

Tanggal:

Follow Pedomanrakyat.co.id untuk mendapatkan informasi terkini.

Klik WhatsApp Channel  |  Google News

Oleh M. Dahlan Abubakar

Ardhy M. Basir juga menyampaikan komentar atas buku yang ditulis ponakannya ini. Dia mengisahkan bagaimana ibunya selalu bertanya di mana dia berada. Ayahnya justru tidak. “Masa saya bisa jadi wartawan, sementara anaknya tidak,” ujar Ardhy.

Ketika ada penerimaan wartawan di PR, Ardhy pun diam-diam membuka halaman koran yang dipimpin ayahnya. Dia melihat di sana ada penerimaan lowongan pekerjaan. Ardhy mendaftar diam-diam.

Tapi dia ketahuan mendaftar pada saat pengumuman nama mereka yang diterima. Pasalnya, nama Ardhy di peringkat atas karena sesuai alfabet menempati deretan awal.

Begitu mau menandatangani daftar nama calon wartawan yang diterima itu, Pak Basir memanggil Ardhy.

“Duduk,” pinta Pak Basir. “Ingat, ikut saya punya dunia. Tetapi kalau ikut saya punya dunia, kau harus tuntas,” titah ayahnya.

“Insha Allah, tuntas !,” sahut Ardhy.

“Ingat pepatah China, jangan libat anak dan keluarga dalam satu usaha yang kau pimpin. Maksudnya, kalau saya nakal nanti, saya mencuri nanti, bagaimana Basir harus dipisahkan dengan anaknya,” kata Ardhy yang masih ingat pepatah Tiongkok itu.

Ardhy mulai dari nol. Dia tidak instan. Pernah ikut pendidikan, bahkan pernah ikut pelatihan lay out di Jawa Pos. Pernah juga dia membuat tabloid “Roda” tetapi dilarang dan dimarahi Pak Manuhua.

Ada satu hal juga yang mungkin tak banyak diketahui orang bahwa Pak Manuhua dan Pak Basir terkadang “baku bombe” (tidak salah tegur sapa). Ardhy mengatakan, dua tahun sebelum menikah, dia menjadi driver ayahnya. Jika di kantor sudah ada mobil Pak Manuhua di Jl. Mappanyukki, biasanya Ardhy tidak disuruh mampir.

“Terus mako,” pesan sang ayah kepada anaknya yang mengindikasikan bahwa Pak Basir tidak masuk kantor.

Baca juga :  Surianto Gantikan Kadir Halid Sebagai Ketua PSTI Sulsel 2022-2027

Mereka itu “baku bombe” sampai dua minggu. Ketika 1 Maret 1984 Pedoman Rakyat mulai menempati kantor baru di Jl. Arief Rate, di lantai bawah ada toko buku. Di lantai II kantor dan di lantai III tempat rapat bulanan redaksi. Jika Pak Manuhua sudah ada di kantor (ditandai sudah ada mobil sedannya parkir di kolong gedung), Pak Basir akan mampir di ruang kerja Pak Buce (B.Ph.M.Rompas) yang menjabat Pimpinan Toko Buku Pedoman.

“Dan jangan coba-coba ada yang masuki di antara mereka. Karena mereka akan berbalik memusuhimu,” sebut Ardhy yang disambut tertawa yang hadir.

Begitu Ardhy berhenti, Asmin Amin tampil membacakan puisinya. Tenri A.Palallo pun menyampaikan sepatah dua kata meningkahi acara peluncuran buku itu.

A.Madjid Sallatu mengatakan, pada tahun 1980-an, dia menjabat Wakil Ketua Bappeda Sulsel. PR merupakan salah satu media yang dekat dengan sosok pakar ekonomi yang satu ini.

Dia menyebutkan, ada seorang wartawan yang selalu mengontaknya, tetapi namanya tak diingat lagi. Dia-lah yang membuat Madjid berpolemik dengan M. Jusuf Kalla di koran.

Waktu itu, Madjid menyebutkan bahwa di Sulsel ini tidak ada pengusaha, yang ada cuma pedagang. Itulah yang dikutip oleh Chairul Muluk Pay, wartawan PR tersebut. Gara-gara itulah, Madjid merasa terangkat oleh wartawan. Dialah yang paling rajin menghubunginya.

Madjid juga mengenang bahwa jika ada wartawan yang hendak mewawancarainya dia lebih suka jika menyampaikan pertanyaan untuk dijawab. Ini dimaksudkan agar beritanya lebih tepat dan tidak ditambah-tambah.

Rusdin Tompo kemudian mendaulat Anwar Lakasi untuk mengungkapkan pengalamannya berinteraksi dengan M. Basir. Anwar satu angkatan dengan Ardhy, Chairul Muluk Pay, dan Luthfi Qadir.

“Kalau Pak Dahlan, senior saya,” ujar Anwar Lakasi.

Baca juga :  Bangkitkan UMKM, KPPN Sinjai dan Pemkab Komitmen Jalin Kerjasama

Kebetulan Wakil Bupati Saiful Arif, ikut Anwar juga.

Suatu hari, Anwar ada di kantor PR Jl. A. Mappanyukki. Tiba-tiba masuk Pak Basir dengan mobilnya. Pak Basir bertanya kepada Pak Henny Katili. Ruangannya di Jl. A,Mappanyukki menghadap ke barat, di pojok timur. Secara diagonal, di pojok barat, ada meja Pak Henny Katili yang menghadap ke utara.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Artikel Terkait

Komisi I DPRD Pinrang Gelar RDP Soal Ternak Sapi yang Berkeliaran

PEDOMANRAKYAT, PINRANG - Polemik terkait ternak sapi yang berkeliaran dan merusak perkebunan warga di Desa Malimpung, Kecamatan Patampanua...

Tidak Ada Negara di Dalam Negara : NKRI Harga Mati !

PEDOMANRAKYAT, MAKASSAR – Beredarnya video dan informasi mengenai pelantikan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Indonesia di wilayah...

Menag Matangkan Kurikulum Cinta dan Eco-Theology untuk Perkuat Kerukunan dan Kelestarian Alam

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) terus mematangkan konsep “Kurikulum Cinta” dan “Eco-Theology” sebagai upaya strategis dalam membangun...

MK Tolak Gugatan Ombas – Marten, Bupati Baru Toraja Utara Siap Dilantik

PEDOMANRAKYAT, JAKARTA.- Gugatan Pasangan Ombas-Marten nomor urut 1 atas Pilkada 2024 berakhir setelah pembacaan amar putusan oleh MK,...