Menerima hadiah buku bagi saya sangat bermakna dan fenomenal. Soalnya, saya termasuk maniak buku. Ketika memandang perpustakaan pribadi di rumah dan juga tambahan dua rak buku di kamar tidur, terkadang saya selalu berpikir, “sudah berapa ratus juta saya habiskan untuk menghadirkan buku-buku ini ?”.
Saya memang tidak pernah menghitung berapa banyaknya. Jika ke Jakarta, wajib ke toko buku. Begitu pun ke toko buku loak (dulu) di Kwitang Jakarta, jika ada buku yang menarik pasti langsung disambar.
“Mau diapakan buku ini ?,” begitu biasa terkadang istri bertanya begitu melihat saya tiba di rumah sambil menenteng tas kresek yang berisi buku.
“Buku adalah ladang ilmu pengetahuan. Buku memperluas dunia kita yang sempit,” balas saya yang tentu saja “mantan pacar” itu tak pusing dengan alasan saya.
Menerima dua hadiah buku dari Dr.Aqua Dwipayana, tiba-tiba saya terkenang beberapa minggu silam pernah diberikan buku dengan gambar yang sama oleh menantu Bripka Pol. Ahmad Amiruddin yang dinas dan ditempatkan di RS Bhayangkara, Makassar. Buku itu tentu saja merupakan bagian berkah dari Aqua Dwipayana yang diserahkan kepada Kapolda Sulsel Irjen Pol. Nana Sudjana dan kemudian dibagikan secara gratis ke jajarannya.
Aqua Dwipayana hadir di Makassar saat menyambangi Kafe Baca itu atas undangan Mayjen TNI Andi Muhammad, pria keturunan Raja Bone yang memimpin Kodam XIV Hasanuddin sebagai panglima saat ini.
Begitu menerima hadiah buku dari Pak Aqua Dwipayana saya langsung berkomentar. “Saya akan selalu menjadikan buku ini sebagai referensi dalam tulisan saya,” ujar saya begitu dua buku itu beralih ke tangan saya. “Silakan,” ucap Aqua Dwipayana singkat.
Saya baru melihat daftar isi dari kedua buku yang diberikan itu. Dari bagian yang saya sudah baca, dapat ditebak, isi buku ini merupakan pengalaman Aqua Dwipayana selama petualangannya ke berbagai daerah dan negara serta dengan beragam orang berdasarkan stratifikasi sosialnya.
Catatan pengalaman seperti ini selalu menarik perhatian saya karena dapat mengetahui rekam jejak perjalanan hidup seseorang. Itulah salah satu kenikmatan yang saya peroleh ketika mewawancarai seseorang yang sedang saya tulis biografinya. Kisah-kisah mereka itu bagaikan mutiara-mutiara pengalaman yang bertebaran dan selalu tidak ternilai harganya dari segi ilmu pengetahuan dan pengalaman itu sendiri.
Buku ini ditulis dengan bahasa yang sangat enak dibaca. Bertutur. Menggunakan kalimat-kalimat pendek yang tidak membuat pembaca berkerut kening karena bingung memahami maknanya. Paragrafnya terawat dengan baik. Kerapian bahasa buku Aqua Dwipayana ini tidak dapat dilepaskan dari polesan tangan Nurholis MA Basyari dan Fuad Ariyanto, dua editor bukunya.
Nurcholis adalah salah seorang wartawan dan menjabat Pengurus PWI Pusat dan Pemimpin Redaksi “Warta Ekonomi” dan perintis pendirian “Koran Jakarta”. Kini dia mengelola “inilah.com” dan “wartaekonomi.co.id”. Dia juga tercatat sebagai salah satu pendiri majalah keluarga “Sang Buah Hati” dan Pemred majalah “Ayo ke Desa”.
Sementara Fuad Ariyanto disebut-sebut sebagai wartawan veteran yang tinggal di Surabaya. Dia memulai karier jurnalistiknya taun 1979 di majalah umum bulanan “Semesta” di Surabaya di bawah bimbingan mantan wartawan “Tempo” Anshari Thayeb (alm.).
Sebagai wartawan olahraga, Cakku, panggilan Fuad, lebih banyak meliput sepak bola, termasuk di mancanegara, antara lain President Cup di Korea Selatan (1992), World Cup Amerika Serikat (1994), Liga Eropa di Inggris (1996) dan meliput atas kemenangan Jerman di Frangfurt, dan SEA Games (1989) di Kuala Lumpur.
Tentu saja, catatan saya ini sangat singkat. Selengkapnya dapat dibaca di dalam kedua buku tersebut. (MDA)