Oleh : H Hasaruddin, Guru Besar UIN Alauddin Makassar
Setiap kali menyambut tahun baru, khususnya Tahun Baru Hijriah, kita senantiasa mengintrospeksi diri dan berharap agar aktivitas hari ini dan hari esok lebih baik lagi dari hari kemarin.
Harapan dan doa tersebut harus senantiasa dijaga dan setiap diri kita sangat optimis dengan apa yang dicita-citakan dan didambakan. Untuk meraih hal tersebut, maka di antara yang paling bijak untuk dilakukan adalah agar kita senantiasa mengintrospeksi diri sendiri.
Cak Nur (Allahummagfir lahu) pernah menulis. Kebiasaan adalah watak kedua. Oleh karena itu, harus waspada terhadap kebiasaan kita atau sikap pembiasaan diri. Sebab, jika suatu kebiasaan telah tertanam sedemikian kuatnya dalam diri kita, dia akan menjadi bagian dari kedirian kita dan kepribadian kita.
Saking pentingnya kebiasaan dan pembiasaan tersebut, Nabi SAW berpesan agar kita membiasakan diri berbuat baik, meskipun sekadar berwajah cerah ketika bertemu seorang saudara, atau meskipun sekadar menyingkirkan duri di jalan.
Mungkin terpikir oleh kita bahwa menunjukkan wajah yang cerah pada saat bertemu teman adalah pekerjaan ringan atau malah remeh. Terapi sesungguhnya, sebagai suatu kebaikan, pekerjaan kecil tersebut memiliki sangkutan dengan perkara besar dan penting, yaitu komitmen batin kita kepada kebaikan.
Seseorang yang menunjukkan wajah gembira saat bertemu teman adalah orang yang dalam jiwanya tertanam rasa cinta kasih kepada sesama, sejalan dengan ucapan salam.
Hanya orang berkomitmen batin kepada nilai kemanusiaan itu yang bersedia membungkukkan punggungnya memunggut duri di tengah jalan. Sebab dalam jiwanya ada keinginan yang sejati untuk menyelamatkan orang lain dan mencegahnya dari kecelakaan.