Kota Palermo mencapai zaman keemasan ketika berada dalam kekuasaan Dinasti Arab pada 831-1071. Selama dua abad berkuasa, kaum muslim menjadikan kota ini sebagai salah satu wilayah termakmur di Eropa. Di sini, mereka memperkenalkan sistem admi¬nistrasi pemerintahan yang lebih tertata dan teknologi pertanian yang maju. Tak hanya itu, Palermo juga dibangun dan diperindah, hingga keindahannya disebut-sebut hanya bisa ditandingi oleh Cordoba di Spanyol dan Kairo di Mesir.
Selain kotanya yang indah, para penduduk Palermo juga dikenal sangat mengutamakan mode. Cara berpakaian ma¬sya¬¬rakatnya beragam, mulai dari pakaian jubah, turban, hingga berpakaian setengah terbuka. Palermo juga menjadi kota internasional yang berisi manusia-manusia dari berbagai bangsa.
Bidang pendidikan pun tak kalah maju dengan Baghdad dan Cordoba. Di Palermo ada Universitas Balerm, salah satu universitas tertua di dunia. Pamornya hanya kalah bersaing dari Universitas Cordoba di Spanyol yang juga dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Dalam percakapan sehari-hari, orang-orang Palermo menggunakan tiga bahasa: Yunani, Arab, dan Latin. Tak aneh jika saat itu upaya-upaya penerjemahan buku-buku khazanah Yunani ke bahasa Arab dan Latin berlangsung gencar.
Sisilia, khususnya Palermo, tetap menjadi primadona pengetahuan selama ratusan tahun hingga pada sekira 1800-an kota yang cantik itu jatuh ke tangan para mafioso. Sejak itulah, pusat ilmu pengetahuan di Eropa tersebut berubah menjadi sentra bisnis hitam, seperti narkoba dan penjualan orang (trafficking).
Hasil pengamatan saya saat mengelilingi Palermo, melihat begitu banyak bangunan bersejarah dan gereja yang memiliki pengaruh gaya arsitektur Islam, saya merasa yakin Palermo lebih mirip Baghdad atau Da¬maskus ketimbang kota-kota di Eropa.