Beberapa daerah sudah bisa mengekspor hasil buminya. Di Sabu NTT sana, bisa mengekspor ikan yang masih segar-segar, misalnya ke Makassar. Kalau makan ikan, fisiknya orang Indonesia bagus-bagus. Kalau main bola, fisiknya bagus-bagus dan bisa menang ketika bertanding. Bagaimana mau menang melawan orang Barat yang fisik dan gizinya bagus kalau gizi kita kurang. Keterampilan dan otak tidak kalah. Hanya masalah fisik. Kalau fisiknya lemah, jika terjadi “body moving” (adu fisik dalam perebutan bola) tidak bisa menang, ya jatuh. Namanya olahraga keras yang mengandalkan fisik. Sekarang sudah mulai menang. (PSSI U-16 menang 1-0 atas Vietnam di Piala AFF).
Kalau KM Tilongkabila melayari daerah tengah (Bali hingga ke Bitung) perkembangan pelabuhannya berbeda. Komunikasinya masih bagus. Tengah ke barat ini bagus. Yang ke timur sudah ada beberapa, tetapi masih banyak yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Di wilayah tengah, penumpang menikmati perjalanan (pelayaran) dengan tenang, tetapi kalau di bagian timur berbeda. Pusing menghadapi hal-hal yang nonteknis. Terlalu banyak muncul masalah yang tidak logik.
“Ketika pada masa perang, armada (pelaut) Pelni dijadikan sebagai “komando” cadangan. Dikasih pangkat sersan dengan seragam Angkatan Laut,” kata Indar.
Pelni harus dibantu oleh Syahbandar, Pelindo. Pelni membutuhkan air. Terkadang disampaikan, stok air dilaporkan habis. Padahal ini untuk masyarakat (penumpang). Kalau kapal tidak ada air, penumpang menjerit. Kadang-kadang kalau kapal Pelni minta air, selalu kurang. Terpaksa Pelni harus mengirit-irit.
Suplai air pada setiap pelabuhan untuk kapal penumpang harus diperhatikan. Kalau kapal sandar, terkadang air tidak ada. Pada saat sekali sandar harus bayar Ro 15 juta. Ini merupakan tanggung jawab Pelindo sebagai pengelola pelabuhan di Indonesia.